Jumat, 16 Desember 2016

Bentornato Serie A

Bentornato Serie A
sumber: redaksisport.com

 Bukan, saya bukan buzzer Trans 7 yang menjadi official TV partner Liga Italia. Saya hanya pecinta keindahan Liga Italia yang gaungnya kembali bisa kita rasa, seiring mengudaranya Serie A di layar kaca.

Sudah cukup lama memang kita tidak bisa menikmati para gladiator lapangan hijau dari negeri pizza. 
Kepopuleran yang terus merosot, ditambah minimnya pemain bintang memaksa stasiun televisi (lokal) enggan membeli hak siar Liga Italia. Lowongnya kursi-kursi tribun tifosi di stadion semakin menenggelamkan gemerlap Liga yang sempat mahsyur pada medio 90-an hingga awal millenium baru.

Banyak yang beranggapan jika merosotnya liga Italia diakibatkan oleh kasus calciopolli yang menggerogoti negara yang baru saja di tinggal perdana menterinya tersebut, pada 2006 lalu, belum lagi kiprah club-club Italia yang tidak bisa melaju lebih jauh di kancah Eropa semakin membuat Serie A di tinggal oleh penggemar setianya, juga para pemilik media televisi.

Di Indonesia sendiri, hampir semua stasiun TV pernah merasakan dampak manis akibat menyajikan Liga Italia. Mulai dari ANTV, RCTI, SCTV, Indosiar, Trans 7, Kompas TV, hingga TVRI. Dan tiga tahun terakhir, tidak ada satu media televisi pun yang sudi menayangkan Serie A dengan beberapa alasan. Hingga pada akhirnya, musim ini Serie A kembali ke pangkuan Trans 7 yang mulai memanjakan tifosi tanah air sejak dua minggu lalu. Meskipun tidak menayangkan sejak awal musim, para pecinta keindahan sepak bola Italia di Indonesia tetap mengapresiasi dan angkat topi pada stasiun TV yang kebetulan satu grup dengan tempat perusahaan saya bekerja.

Kita semua kembali disuguhkan sepak bola indah khas Italia tanpa harus membayar satu rupiah pun di penghujung bulan. Meski saat ini pihak Trans 7 hanya bisa menyanggupi satu pertandingan dalam satu minggu, ini tentu tidak menjadi soal. Karena nyatanya, ini hanya permulaan agar ke depan Trans 7  bisa menayangkan 2 atau bahkan 3 pertandingan setiap minggu nya. Semoga.

Meski sempat kecewa karena batalnya Derby Milano tersiar di layar kaca. Seminggu berselang, kegelisahan pecinta liga Italia benar-benar terbayar saat Inter Milan v Fiorentina kembali menghiasi TV kita. Terutama saya yang sangat haus akan kerinduan menyaksikan La Beneamata (julukan Inter Milan) bertanding. Terus terang saja, terakhir kali saya menyaksikan Inter bermain kala melakoni Derby Milano dua musim lalu yang dimenangkan Inter lewat gol backhill Rodrigo Palacio. Bukannya tak cinta dan tak sayang, apa boleh dikata, Erik Tohir telah merusak cerita indah saya.

Apa yang dirindukan penggemar sepak bola Italia pun terbayar lunas, setidaknya itu dirasakan fans Inter Milan di tanah air setelah pihak TV memilih menayangkan club pujaan mereka. Perasaan Interisti pun semakin berbinar kala club kesayangan bermain kesetanan pada awal laga dan langsung unggul 3-0 pada 20 menit pertama.

Yang benar-benar dirindukan itu pun kembali. Sebuah kerinduan yang tak bisa diganti oleh liga Spanyol dan Inggris. Bahkan Liverpool sekalipun. Menyaksikan kemenangan Inter untuk pertama kali diiringi gemuruh seisi Gueseppe Meazza. Lewat dentuman-dentuman ledakan yang acap kali menghiasi pertandingan Serie A seakan membawa saya kembali ke zaman di mana liga Italia menjadi komoditi nomor satu pecinta sepak bola Indonesia.

Kita tidak akan bisa mendengar semacam ledakan di Liga Eropa lainnya. Karena hanya memang Liga Italia yang bisa menawarkan hal itu. ketika di Inggris, Spanyol, dan Jerman menganggap itu membahayakan, Liga Italia tetap menjadikannya sebuah keindahan yang selalu  dirindukan.

Nostalgia Serie A Italia semakin terasa nikmatnya saat disetiap gol tercipta, seluruh penonton meneriakkan nama belakang sang pencetak gol secara serempak. Terhitung hingga tiga atau sampai lima kali para tifosi meneriakkan nama pencetak gol yang dikomandoi oleh leader mereka. Dan lagi-lagi, ini tidak saya temukan kala menyaksikan pertandingan di Inggris atau Spanyol.

Budaya seporter-seporter di Italia memang sedikit berbeda dibanding seporter yang ada di Spanyol dan Inggris. Mereka cenderung sama dengan fans asal Eropa timur atau Turki yang spontan dan terkesan beringas dalam mendukung tim. Di waktu yang bersamaan, fans-fans di Inggris dikenal sangat “santun” mendukung tim kesayangan, bahkan saat awayday sekalipun (terlepas dari aksi Hooligans tim nasionalnya yang brutal).

Kita hampir mustahil melihat stadion di Italia tanpa amukan asap yang mengepung seisi lapangan. Sekalipun tribun penonton tidak terisi penuh, tapi hampir bisa dipastikan jika lapangan pertandingan menjadi gelap dipenuhi asap yang berasal dari flare dan smoke bomb. Dan semakin indah oleh kibaran banner-banner besar serta bendera raksasa yang selalu menghiasi stadion.

Belakangan, di Inggris, Liverpool beberapa kali mulai mewarnai tiap sudut stadion dengan smoke bomb merah yang kerap mengasapi saat tim kesayangannya mencetak gol. Tapi sialnya, club harus menanggung hal tersebut kala FA menjatuhi sanksi akibat ulah Liverpudlian. Alasannya cukup sederhana, smoke bomb, flare, dan sejenisnya memang dilarang di sepak bola Britania.

Beberapa tahun lalu, ketika Liga Italia masih mendapat tempat di TV Indonesia, mata saya harus menatap lebih dalam ke pertandingan akibat lapangan yang tertutup pekatnya asap dari para seporter. Terkesan mengerikan memang, tapi itu lah identitas mereka, daya tarik mereka. Dan itu pula yang selalu saya rindukan dari Liga Italia.

Untuk beberapa kalangan, hanya buang-buang waktu saja menyaksikan liga Italia karena permainannya yang lambat dan cenderung membosankan, tapi bagi pecinta keindahan sepak bola, Liga Italia adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, lewat fenomena seporter yang tanpa takut membela tim kesayangan, hingga panorama gol-gol indah dari para gladiatornya yang hanya terjadi di liga Italia. Bagi saya, tidak ada pemain dari belahan dunia manapun yang mampu mencetak gol semagis Fransesco Totti atau Antonio DI Natale.

Maka tidak ada kata terlambat sekiranya media tanah air baru memanjakan pecinta Serie A di tengah kompetisi. Seperti kata Fiersa Besari sekalipun saya bukan penggemar blio dan tidak pernah baca buku-bukunya “seperti dendam, rindu juga harus dibalas tuntas,”. Karena liga Italia selalu menawarkan kita sebuah keindahan sepak bola. Ya, Beauty Of Serie A.
sumber: radarindo.com

Selamat datang kembali, Serie A

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar