Ada kalimat yang lumayan menggelitik bagi saya. “tidak usah jauh-jauh,
kita ambil contoh di indonesia” . kalimat tersebut seakan wajib dikeluarkan saat kita ingin
membandingkan sesuatu, dalam hal apapun.
Sungguh sayang, kalimat diatas rasa-rasanya tidak pas kita gunakan
jika topik yang dibicarakan adalah sepak bola. Seperti yang kita tahu, sepak
bola tanah air terlalu banyak kekurangannya, dan mereka di PSSI terus mencari
celah kecil untuk membanggakan dirinya sendiri. Maka dari itu, saya akan merasa
berdosa jika mencantumkan kalimat diatas dalam tulisan ini.
Ada dua hal yang penting dalam sepak bola, dua hal yang saling
berkesinambungan, meski tak jarang menjadi pisau bermata dua. Yaitu sportifitas
dan loyalitas.
Permainan yang indah nan menghibur akan menjadi paket komplit jika seluruh pelaku yang terlibat
didalamnya menjunjung tinggi azas sportifitas. Maka tiada keindahan yang lebih
hakiki ketika sportifitas para pemain diikuti seluruh fans yang menunjukkan loyalitas
tinggi dalam mendukung tim pujaan.
“tidak semua hal yang saling berkaitan bisa berjalan manis”,
ungkapan ini tampaknya bisa kita sandingkan dengan dua kata diatas. seperti
kita ketahui, loyalitas supporter tak jarang menimbulkan fanatisme berlebihan.
Lebih gila, fanatisme itu justru mencoreng club yang mereka puja.
Sportifitas, satu kata yang paling dijunjung dalam dunia olahraga
(tidak hanya sepak bola) menjadi kunci utama menarik atau tidaknya sebuah
pertandingan. Lewat sportifitas pula, pelakunya menemukan cinta dari
penggilanya yang akan selalu memuja, tanpa diminta.
Sportifitas juga tidak mengenal apa, siapa, dan dimana. Siapa sangka
pemain sebengal Paolo Di Canio pernah menikmati buah kecintaan supporter karena
sportifitas yang ia junjung. Lebih indah lagi, karena bukan Cuma fans Westham
United (clubnya ketika itu) yang mengagungkan namanya, tapi juga fans lawan,
yang pemainnya ia “selamatkan”.
Tepat pada medio 2000 silam, pemain berdarah Italia ini membuat
dunia terdiam dengan aksinya. Tentu bukan hormat ala NAZI yang meroketkan namanya itu,
melainkan tindakannya yang secara tiba-tiba menghentikan pertandingan ketika
melihat kiper lawan terkapar dilapangan.
Melawat ke Goodison Park, kandang Everton dalam lanjutan liga
Inggris. Pertandingan yang berkesudahan 1-1 ini bisa berujung pada kemenangan
tim tamu, ketika Westham memiliki peluang emas untuk memenangkan pertandingan
di akhir laga.
Yang dilakukan Di Canio kemudian adalah aksi yang lebih heroik dari
pesulap sekalipun, ketika bola yang berada tepat diatas kepalanya justru
ditangkap untuk menghentikan permainan. Kawan, lawan, penonton terperangah
tidak mengerti dengan apa yang dilakukan mantan pemain Lazio tersebut. sampai
pada akhirnya ia menunjuk kiper Everton, Paul Gerrard yang meringis kesakitan.
Semua keheningan dan hujatan pun berubah deru tepuk tangan penonton
ketika menyadari tindakan terpuji Di
Canio tersebut. tidak ada yang menyangka pemain yang reputasinya sempat hancur
ketika membela Sheffield Wednesday ini berhasil mendapatkan kehormatannya
kembali.
Cerita lain pun datang dari tanah Jerman, saat putra daerah mereka,
Aaron Hunt mempertontonkan aksi memukau. Meski tidak mencetak gol, kapten
Werder Bremen ini menunjukkan sikap terpuji ketika menolak hadiah penalti yang
diberi wasit padanya.
Wasit menilai kapten Bremen tersebut dilanggar oleh pemain Nuremberg
di kotak terlarang, sehingga berhak mendapat hadiah penalti. Alih-alih senang
dengan keputusan wasit, Hunt langsung menghampiri sang pengadil dan berkata
bahwa ia terjatuh bukan karena dilanggar, dan menilai timnya tak layak
mendapatkan penalti.
Manuel Grafe, wasit yang memimpin laga tersebut akhirnya membatalkan
penalti. Dan kejujuran yang ditorehkan Aaron Hunt pun berbuah kemenangan bagi
timnya. Tidak hanya itu, ia pun mendapatkan ucapan terima kasih dari seluruh
punggawa Nuremberg diakhir laga, yang takjub akan sportifitas sang kapten.
Jika sportifitas adalah senjata utama pemain untuk meraih perhatian
penggemar, maka loyalitas adalah cara penggemar untuk meluluhkan hati para
pemainnya. Pemain juga tidak meminta banyak kepada penggemar. Mereka hanya
menginginkan satu hal, mendukung hingga akhir laga, baik menang, maupun kalah.
Loyalitas yang tinggi, pada perjalanannya akan menimbulkan fanatisme
yang tinggi pula. Merasa memiliki akan sesuatu yang kita kasihi, mau tak mau
akan menggiring kita ke tingkatan kesetiaan yang berbeda. Yaitu fanatisme
berlebihan. Ini pula yang menjadi cikal bakal lahirnya Ultras atau hooligan
dalam kelompok supporter sepak bola.
Ini juga yang menjadi pisau tajam di dunia sepak bola, yang bisa menyayat
sportifitas yang telah diperjuangkan setiap pemain. Fanatisme berlebihan ini
tak jarang mengekspresikan kekerasan dan kerusuhan yang memang sudah menjadi
ciri khas tersendiri dalam sepak bola.
Seperti halnya fans Lazio yang mengecam selebrasi selfie kapten AS Roma, Fransesco Totti
dalam laga derby ibukota dua musim lalu. Atau ancaman pembunuhan yang dilakukan
ultras Galatasaray pada pemain Inggris, Grame Souness yang kala itu menancapkan
bendera Fenerbahce (rival Galatasaray di Turki, dan club yang dibela Souness
waktu itu) tepat ditengah lapangan, kandang Galatasaray.
Berbicara fanatisme, rasanya haram jika tidak memasukkan tim sekota
Milan. Club yang sedang babak belur di liga domestik ini memiliki fans yang
saling membenci, sekalipun jarak keduanya hanya dibatasi pintu utara dan
selatan stadion Gueseppe Meazza.
Pertandingan yang rawan flare ini sempat menjadi perbincangan
publik, ketika derby Milan tersaji di laga semifinal liga Champions 2007 sempat ditunda akibat
lapangan yang dihujani flare oleh kedua tifosi.
Uniknya, ketegangan kedua fans tidak berlaku pada tiap pemain kedua
kesebelasan. Para pemain justru saling melempar tawa dan kehangatan.
Source : http://www.derby-milan.com/ |
Tanpa fans, club bukanlah apa-apa. Fans, dalam perjalanannya telah
menjadi tulang rusuk club dalam mengarungi kompetisi. Dirugikan atau tidak,
club begitu membutuhkan fans, begitupula sebaliknya. Karena fans tidak pernah
setengah-setengah memberikan dukungannya. Pula club, yang tiada henti
memanjakan para pecintanya.
Ketika di Eropa sana, fanatisme berlebihan penggemarnya tidak
berpengaruh pada sportifitas pemain, di Indonesia justru sebaliknya. Tingkah
supporter yang masih kekanakan malah berbanding lurus dengan kelakuan para
pemain yang kerap memperkeruh suasana. Seperti yang kita lihat selama ini.
Numpang komentar :))
BalasHapuskatanya template baru wajib di kunjungi :)))))))
Komentar macam apa ini.
Hapuspakdeeeeeeeeeeeeee -,-
HapusKomentar macam apa ini...
BalasHapusBaru pertama main ke blognya Wanda. Keren templetenya, suka sama avatarnya.
BalasHapusCuma bisa bilang "semoga aja suatu saat sepakbola indonesia bakal bisa sprotif dan loyal"
Iya mba dian makasih. Bukan saya yg bikin tapi. Ada yang bantu. Saya ga se jago itu bikin template hehehe
HapusAmiin mba
Bung wanda, pembahasan soal sportifitas di sepak bola seperti yg ada di tulisan ini sudah dapat maksudnya bung, dan mungkin kalo soal contoh bisa ditambahkan lagi soal kasus gol miroslav klose ke gawang napoli. Dia meminta wasit untk membatalkan gol nya karena klose merasa dia nyekornya pakai tangan. Dan gegara kasus sportifitas inilah, membuat badan perwasitan Italia mencanangkan utk memberi kartu hijau Bagi setiap pemain yg sportif di lapangan
BalasHapusBenar bung. Tapi emang sengaja semua kasus ga di tulis. Biar nggak kebanyakan. Biar yg baca juga nggak capek hahaha
HapusForza inter. Eh
Ya Allah, keren banget ya ada pemain yg jujur begitu. Kartu hijau untuk pemain yg supportif itu nantinya buat apa kak?
HapusOya, aku pernah juga sih lihat berita supporter dsana (entah negara mana aku lupa), ada juga yg anarkis sampe bakar2. Cuma karena keseringan berita supporter Indonesia yg diliput, jd keliatannya supporter Indonesia plg anarkis. Hehe
Pernah ketemu rombongan supporter mana entah di stasiun pasar senen dikawal polisi. Ga kebayang kalo satu kereta apa satu gerbong. Takut.
Tindakan heroik yg dipaparkan tadi sudah pernah saya dengar, tapi ya memang sangat jarang sekali terjadi. Disetiap aspek kehidupan tindakan sportif sangat diperlukan tak hanya dlm urusan olahraga.
BalasHapusMenyikapi masalah bola dlm negeri saya tidak ingin terlalu ingin berpendapat dan menilai berlebihan, karena saya blm bisa memberikan solusi tepat terkait masalah seperti ini, yg jelas sportifitas harus dimulai dari diri sendiri. Semoga sepakbola Indonesia dapat belajar untuk lebih baik.
Betul mas. Banyak pemain yg kayak gitu. Tapi nggak mungkin semuanya saya paparkan hahahah
HapusTerus kalau soal loyalitas, mungkin cuma saran saya, lebih difokuskan kepada pemain saja bang, biar sejalur dgn pembahasan ttg sportifitas. Contohnya loyalitas one man one club macam Totti, Giggs, Puyol, dsb. Atau juga soal loyalitas pemain yg lebih memilih membela klubnya daripada pindah ke klub lain, misal kasus Buffon, Nedved, Del Piero, pas kasus juve kena calciopoli, mereka lebih memilih bertahan di juve meski bermain di serie b ketimbang pindah ke klub besar yg menawarnya. Atau soal paradoks Daniel Agger yg lebih memilih mudik ke Brondby di usia emasnya, daripada pindah ke Barcelona. Atau cerita ttg Joseba Etxeberria pemain Bilbao yg rela bermain tanpa dibayar atas kecintaannya terhadap sepakbola dan bilbao. Sebenarnya banyak kasus loyalitas lainnya, di Jerman ada, saya lupa nama pemainnya, pemain hamburg kalo gak salah.. Dia lebih memilih pensiun di umur 30an daripada pindah ke lain klub, gegara kontraknya di Hamburg gak diperpanjang..
BalasHapusJadi dalam hal ini, loyalitas layaknya dimensi lain yg mana hanya mereka2 saja yg mengerti, bahwa di dunia ini tak semuanya bisa diganti dengan uang. Ya kalo tak percaya, silahkan tanya pada mereka 😂😂
Kalo loyalitas pemain udah pernah ku bahas mas ditulisan lama. Kenapa loyalitasnya sama seporter? Karena sepak bola tanpa seporter is nothing. Kalo kata orang inggris. Sengaja nyari korelasinya begitu. Karena memang saling berkaitan dan tidak bisa diusahakan hehe
HapusMenurut saya anarkisme suporter yang terjadi di sini bisa disebabkan kecintaan mereka yang terlalu mendalam pada klub yang mereka dukung. Berbeda dengan yang pernah saya baca tentang tifosi di luar sana, setau saya, rivalitas mereka terjadi hanya ketika hari pertandingan saja. Kelar pertandingan, hidup mereka normal kembali. Bertetangga dan bermasyarakat. Ya, kerusuhan pasti ada, hanya saja tidak seramai yang terjadi di negeri ini.
BalasHapusSatu lagi, attitude mereka juga lebih baik. Ngeri aja kan misalnya tiba-tiba ketika pertandingan Premier League fans masuk ke dalam lapangan yang notabene tidak ada pembatasan dan jarak yang sangat dekat denggan lapangan.
Menurut saya sih gitu.
Sepakat da. Fans inter sama Milan misalnya. panasnya cuma dipertandingan aja. Luar pertandingan ya biasa aja mereka. musuhannya cuma 90 menit.
HapusKalo indonesia ya Kita tau sendiri. Plat nomor kendaraan aja bisa jadi masalah hahah
hemm themanya bola ya. kurang mengerti bola sih saya. akan tetapi mengerti sedikit. loyalitas dan sportifitas di antara negara atau club bola perlu di lakukan. Akan tetapi, kayanya banyak beberapa negara atau club bola yang masih belum menerapkan loyalitas dan sportifitas di dalam permainan
BalasHapusduh, gue gak paham, biasanya main bola.
BalasHapus.
.
.
bekel, bhay.
Hahaha. Bhay
HapusMasalah sikap dan kepribadian memang kompleks yaa, mas.
BalasHapusTerbentuk dari keluarga dan lingkungan.
Saya komennya dari sisi parenting niih..mas.
Karena kurang paham sama dunia bola.
Kenapa gue malah tertarik baca about me nya ya hahahahaha...
BalasHapusWkwkwkwkwwkwkwkwkw
HapusHUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.
BalasHapusUDAH NGETIK PANJANG LEBAR MALAH ILANG. DIE.
NGULANG DEH.
oke gini :
yang pertama : Mas Wanda, perhatikan penulisannya. Tanda baca, kapital, kata asing, dan lain sebagainya. Hehehe.
yang kedua : saya nggak ngerti bola dan nggak memahami, tapi saya mencoba memahami maksudnya...
yang ketiga : Saya terkadang bingung dengan fanatiknya para suporter, terutama di Indonesia. Ya, sebut saja Indonesia. Untuk cakupan Indonesia. Entah kenapa suporter terlalu berlebihan terhadap pemainnya. Ya, saya juga demikian sih. Namun, ada beberapa suporter yang melakukan tindakan anarkis dan meresahkan sekitar. Sebagai contoh, entah beberapa bulan yang lalu seperti tahun kemarin Persib datang ke Jakarta untuk bertanding entah dengan siapa. Kala itu saya sedang melintas jalur Gatot Subroto. Dan "prank" ada kaca mobil yang terlempar batu oleh Persija. Ya tuhan. Suporter macam apa itu. Sepertinya olahraga cabang lain tidak. misalnya saja Bulutangkis dan basket (ya, saya penggemar kedua olahraga tersebut) suporter dari kedua olahraga tersebut tetap elegan dalam mendukung jagoannya. Sepertinya, memang jiwa-jiwa suporter dibentuk berdasarkan lingkungan dan didikan orang yang ada disekitar...
yang keempat : udah segitu aja. Assalamualaikum.
Makanya saya nggak masukin bola indonesia. Karena seporter masih bar bar. Termasuk pemain dan wait juga bar bar.
HapusMakasih kabena masukannya :3
Jadi teringat cerita tentang suporter Udinese garis keras yang menonton sendirian timnya ke markas Sampdoria (kalo tidak salah). Namun suporter lawan bukannya mengintimidasi karena menang jumlah, justru salut dan mentraktir kopi pendukung dari Udinese tersebut. Padahal tuan rumah kalah. Subhanallah... *lurusin peci*
BalasHapusWah iya bener. Duh ga inget ini gw. Tau gitu gw mau gw masukin juga. Keren tuh fansnya. Gw pernah liat beritanya dan terharu liatnya.
Hapus*Kendorin sarung*
Saya kurang faham sama dunia sepak bola, seringnya di Indonesia malah dengar soal suporternya yang kadang suka tawuran. Mungkin loyalitasnya kebablasan atau salah jalan kali ya, Mas.
BalasHapusAku jarang (sekali) nonton bola. Pernah sekali-sekalinya nonton bola pas Indonesia lawan Malaysia di GBK. Rame Dan heboh sampe di luar stadion 😂😂😂
BalasHapus
BalasHapusInti dari artikel diatas bahwa menjunjung tinggi sportifitas (anaknya dari kejujuran) justru bisa merubah keadaan menjadi lebih menguntungkan bagi pemain.
Berani jujur itu Paten!!
Filosofi ultras dan hooligan anarkis yang masih tidak bisa saya cerna. Entah mengapa selalu saja berujung pada konotasi negatif. Ketika fans, pemain bahkan lawan sekalipun sudah akur, bisakah kita sebut itu sebagai kedewasaan mereka? Maka, fans yang kekanak-kanakan adalah proses menuju dewasa.
BalasHapusWalaupun ga ngerti ttg bola, tapi menjunjung tinggi sportivitas dalam olahraga sangatlah berarti.
BalasHapusMenandakan adanya kejujuran yang dianut sebagai falsafah & supporters ikut andil dalam hal ini. Sepatutnya :)
Thanks
Kandida
sportif dan loyal, dua hal ini yang menjadi jatidiri sepak bola yang sayangnya ga ada di dunia football kita
BalasHapusPertama kali main ke blognya mas wanda :)
BalasHapusBtw, aku nggak terlalu mengikuti bola joga, tapi soal suporter Indonesia, aku bisa merasakan aa yang dibilang kabenaaa (hehe kepo tadi). Soalnya, di tempat aku kalau pas para klub bola daerah main, sering rusuh sampai berujung tawuran. Ini baru klub bola daerah ya. Suporternya duhalah aku prihatin liatnya. Intinya, ya tuwuran gitu padahal seharusnya daerahku itu daerah aman. Tapi sekarang sudah lumayanlah, tidak se anarkis dulu walaupun setiap tanding, setiap jalanku pulang kerja ada banyak titk yang dijaga polisi lengkap.
Blognya mas Wanda keren. Sportifitas dalam sepakbola adalah sisi positif yang bisa kita ambil sebagai pelajaran hidup. Final liga champion inter dan milan nerupakan final yang aneh menurut saya:(
BalasHapusTerima kasih mas Adi. Haha jarang jarang memang itu derby di champions
HapusLoh, Final champion inter sama milan? ndak pernah, paling banter semifinal.
Hapusdan Wanda : ketika derby Milan tersaji di laga semifinal liga Champions 2007
ini salah.
Adegan flare ini ada di perempat final musim 2004/05.
Paling ngeselin sih fans fanatik yang ada di Indonesia. Berasa itu klub negara sendiri yang dibela sampe mati-matian. Klub di negara mana, hidup di negara mana, tapi fanatiknya melebihi FPI. #ehgimana.
BalasHapusMungkin bisa di adu itu antara fans bola yg kayak gitu sama FPI hahah
HapusAku kebetulan bukan penggemar bola. Tapi loyalitas fans di sini memang perlu lebih dewasa lagi. :D
BalasHapusBaca artikel ini setelah nonton berita PON yang rusuh di cabor Polo Air, kok jadi sedih. Miris gitu sekaligus malu :(
BalasHapusWah iya. Yang kemaren ya mba. Kaget juga polo air bisa menimbulkan kerusuhan ya. Hih
HapusSaya gak begitu paham dengan permainan sepak bola. Tapi sering mendengar berita tentang para suporter di negeri ini. Seandainya mental anak bangsa ini bisa lebih baik, ya... bisa lebih sportif. Pasti gak akan ada kerusuhan-kerusuhan di setiap pertandingan.
BalasHapusJarang ngikutin info bola sih
BalasHapusJadi agak abstrak nangkepnya
Aku baru tahj ada istilah Ultras atau hooligan dalam kelompok supporter sepak bola fanatik. Karena bagiku supporter.memang fanatik. Kalo di atas itu.... gimana ya?
BalasHapusOh ya, aku jadi ingat suporter Surabaya yg bernama bonek..di jakarta pun ada ultra supporter ya
Meski tidak paham nama dan peristiwa,aku paham.inti ceritanya.
Ultras sama hooligan itu seporter garis kerasnya mba. Ultras sebutan seporter garis keras di spanyol, Italia, dan beberapa negara lain. Kalo hooligan itu sebutan buat seporter inggris yg sering bikin onar hahah
HapusHmm, para penggemar bola tuh harusnya gitu, tidak terlalu fanatik biar nggak rusuh. Langsung inget Indonesia deh, yang rusuh di lapangan dan di luar lapangan , dan yang berantem itu para suporternya, hmmm Indonesia dan suporter bola harus bisa mendukung jagoannya kalah atau menang.
BalasHapusKok baru ngeh kalau udah dotcom😂😂😂
BalasHapusYang memberhentikan bola setelah melihat kiper jatuh itu bagus eh. Sebenarnya bukan macam heroik sih, tapi lebih ke fokus antar pemain. Gimana ya. Intinya dia ngeliat dan ngeh salah satu pemainnya terluka atau cidera.
Semoga Indonesia pun demikian, tapi entah mengapa supporter disini kebanyakan cabe, jadi maen esmosi. Hih
Namanya juga cabe mi. Jadi ya emosi aja bawaannya. Kepedesan mulu kan hahahah
HapusSaya fans inter, suami fans milan. Kata-kataan pas permainan berlangsung wajar, tapi sih tetep enggak anarkis. #Yakali wkwk.
BalasHapusBagus tulisannya, Wan. Walaupun bukan fans bola atau gak ngikutin bola sih pasti bisa nangkep isinya insha Alloh, asal dibaca dengan cermat.
Wooh fans inter teh? Pantesan temenan sama ucha. Hahaha.
HapusKeren Mbak isi artikelnya, para suporter dan pemain sepak bola Indonesia wajib banget nih baca artikel ini, agar dunia sepak bola Indonesia lebih baik lagi kedepannya dengan menjunjung sportifitas dan loyalitas. :)
BalasHapusEnggak paham bola sebenernya, tapi kalo diminta nontonin saat kamu turnamen bola, adek ridho kok Bang :)
BalasHapusDuh
Hapus*Manasin motor*
Bener gak sih katanya jaman dulu permainan bola itu udah bisa ketebak siapa pemenangnya sebelum tanding? Guyonan bapak2 jaman dulu hehe. Moga2 jaman sekarang enggak gtu ya...
BalasHapusAda benarnya juga mba. Soalnya mantan pemain timnas juga pernah bilang gitu. Hahahaha
HapusTapi ya semoga aja ga bener..
#ForzaINTER hehehhehehe
BalasHapusSaya suka saat mas Wanda menuliskan kata "kekanakan". Memang itulah yang masih terjadi pada kita. Hampir semua elemen yang terlibat didalamnya, baik itu pemerintah, organisasi, klub, pemain, suporter bahkan sponsor. Semoga semakin hari, sepakbola kita semakin dewasa ya mas :)
Oiya mas, kalau saya tidak salah penulisan yang benar itu West Ham United, bukan Westham United.
Wah. Terima kasih mas koreksinya hehe
HapusAku suka bola gara2 sering liat kakakku nnton. Yg main sdh bekerja maksimal eh kadang fansnya yg lbh garang. Tinju sana sini sok bela. Sepakbola Indonesia jg kudu diperbaiki bgt
BalasHapuswah mamih nulis ttg bola,
BalasHapusga gitu ngerti sebenarnya,
tapi, mamih mau kutemenin nonton?
nanti aku streaming drakor aja. *ups*
wah mamih nulis ttg bola,
BalasHapusga gitu ngerti sebenarnya,
tapi, mamih mau kutemenin nonton?
nanti aku streaming drakor aja. *ups*
*bang yos manasin motor*
Hapusaku setuju sportifitas memang nomor satu, tapi para pendukung juga harus mengerti akan sportifitas kadang ga terima maunya menang aja hihi..
BalasHapuslanjut main bola kalo gitu..
Baru mampir sudah suka sama tuli.... ahh, klise.
BalasHapusoke gini :
yang pertama : Mas Wanda, perhatikan penulisannya. Tanda baca, kapital, kata asing, dan lain sebagainya. Hehehe.
Sayang sekali, ketika membahas tentang sportivitas, loyalitas dan rivalitas. Tidak ikut serta membahasa rivalitas fans River Plate dengan Boca, dimana mereka itulah yang dianggap sebagai rival abadi (paling parah) sepanjang sejarah sepakbola.
Dan, ya seperti yang sudah disebutkan pada kolom komentar, Rivalitas derby milan hanya terjadi di lapangan, tidak separah rivalitas, laziale vs romanista, atau fans juve dengan fans fiorentina.
Dan Wanda, tentang Loyaltias? mana bahasan tentang Zanett atau Gerrard? Durhaka kamu!!!
Hanya beberapa contoh mas dika. Ga mungkin semuanya tak tulis. Tapi emang harusnya super clasico saya masukin. Hahah
HapusGerrard udah sering mas. Zaneti belom sih. Harus sempurna kalo Nulis el capitano :)
Hanya beberapa contoh mas dika. Ga mungkin semuanya tak tulis. Tapi emang harusnya super clasico saya masukin. Hahah
HapusGerrard udah sering mas. Zaneti belom sih. Harus sempurna kalo Nulis el capitano :)
baca tulisan tentang sepak bola dan suporter gini jadi inget pengalaman nonton sepak bola langsung di stadion, lucu liat ada suporter sepakbola Indonesia yang nonton langsung ke stadion dari awal pertandingan malah ngadep ke tribun penonton dan nyanyi-nyanyi terus sampe pertandingan selesai, mungkin itu salah satu bentuk loyalitas dari suporter juga ya *eh
BalasHapusSaya tidak terlalu mengikuti sepak bola. Apalagi sepak bola Indonesia. saya paling gak suka, terlebih lagi sama suporter sepak bola dalam negeri yang anarkis. Bagaimana persepakbolaan Indonesia mau maju kalau suporternya kayak gitu.
BalasHapusPadahal kemaren aku udah komen 😢😢😢😢 entah kenapa ngga muncul 😢😢😢😢 aku nga suka bola kaki. Aku sukanya bakso bulat yang kaya bola.
BalasHapusSemoga bakso dalam satu mangkok bisa digunakan untuk mengobati perasaan yang lagi sedih
Sekian
sama nih ama ben, ga masuk2 ye komen nya. :((((
BalasHapusdu no why, your blog sentiment with my account?
huhu
anyway gw bukan penggemar bola jd krg tau banget *peace
cm gw suka pemain bola luar negeri ganteng2, bs cucik mata.
kayaknya harus komen pake google bukan link web yes?
*smg masukkkk
Aku penggemar bola.. Fans chelsea sejak lama. Kadang malas juga lihat suporter yang rese huhuhu..
BalasHapusNice postingan Wan..