Sabtu, 24 Desember 2016

Sebuah Akhir Banda Neira

“Yang patah tumbuh, yang hilang berganti,” pertanyaan yang kini muncul adalah; siapa yang bisa mengisi kehilangan itu? Siapa yang mampu menggantikan Banda Neira? Ya, si empunya lagu mengumumkan bahwa mereka resmi membubarkan diri dari belantika musik (indie) tanah air.

Bang Yos (bukan Sutiyoso) mengagetkan saya pagi kemarin ketika membagi tautan berita bahwa Banda Neira bubar. Tak lama, dalam sebuah percakapan di W-Buy, Benaaa menyeringai pilu mengatakan hal yang sama. Lewat huruf yang dirunut sebesar gaban, hatinya hancur mendengar band yang dihuni dua orang ini bubar. Sementara Andhikamppp? Tahu apa dia  tentang Banda Neira!
sumber: dibandaneira.tumblr.com
Saya? Tentu juga kaget dengan keputusan itu. Tapi, sebelum kabar tersebut mengudara di linimasa, saya sedikit banyaknya mengetahui rencana tersebut beberapa bulan yang lalu. Dalam sebuah wawancara di Jogja, yang kemudian tersebar di Youtube dan saya saksikan, mereka memang sudah memikirkan wacana itu. tapi tentu saja bukan bubar, melainkan vacum sementara.

Keputusan tersebut diambil tidak lama setelah mereka merampungkan album kedua. Apa mau dikata, itu memang sudah menjadi kesepakatan bersama. Rara terbang ke Eropa untuk melanjutkan S2, sedangkan Ananda kembali ke Jakarta untuk bekerja seperti sedia kala.

Banda Neira, yang katanya sebuah proyek iseng telah menjelma menjadi parameter selera musik kita. Hanya dengan dawai gitar, mereka menghipnotis kita yang pada awalnya menerka “lagu siapa sih ini?,” mereka yang awalnya hanya menjadikan Banda Neira sebagai kegiatan paruh waktu nyatanya sudah membuat kita setia mendengar karyanya sepanjang waktu.

Lagu-lagu yang mereka tulis juga bukan main syahdunya. Sekalipun tema dari lagu yang mereka cipta cukup sederhana, tapi tiap kata yang mereka tulis tak jarang, tak pernah terpikir oleh kita sebelumnya. Siapa yang tak larut kala medengar Sampai Jadi Debu, Pelukis Langit, Matahari Pagi, juga lagu lainnya. Sebuah rangkaian kata sederhana dalam setiap lirik yang mempunyai makna begitu dalam bagi siapa saja yang mendengar.

Sepasang anak muda yang bisa jadi lebih muda dari saya sudah berhasil menghipnotis umat manusia, bukan hanya karena lagunya, bukan juga karena keduanya, tapi juga karena bubarnya mereka yang meninggalkan derai air mata pendengarnya.

Tidak ada yang menyangka jika keduanya sepakat berhenti berkarya mengingat umur Banda Neira sendiri masih sangat belia. Juga dengan karya mereka yang masih sangat kuat di telinga, membuat berhentinya mereka terasa tabu untuk kita terima.

Mengenal Banda Neira dan menyesali bubarnya mereka, sudah sepantasnya kita harus mengetahui siapa sebenarnya kedua pemusik ini. Siapa yang menyangka, di balik keteduhan lirik yang dicipta, keduanya sangat aktif dibeberapa kegiatan di luar musik. Ananda Badudu, ia bahkan sempat aktif di organisasi kemahasiswaan yang dicap radikal dan ke-kiri-an oleh karena militansinya dalam menyuarakan kebenaran lewat tulisan-tulisannya yang tajam. Dalam kesendirian, ia lebih menikmati jiwanya dirasuki pemikiran Marxisme dan Marheinisme.

Setali tiga uang, Rara Sekar, yang berasal dari kampus yang sama, juga bergabung dengan Ananda di bawah payung organisasi yang sama pula. Sudah barang tentu, masuknya Rara ke Media Parahyangan (MP) atas dorongan Ananda yang memang kakak kelasnya, juga ketua MP ketika itu. Selain itu, Rara juga sempat pindah ke Bali, namun tetap menjaga komunikasi dengan Ananda dan tetap berkarya bersama meski berada di pulau yang berbeda. Ke-aktivis-an Rara semakin kental saat ia bergabung dengan komunitas Taman 65 yang vokal menyuarakan keadilan tentang korban 65 yang tak pernah terselesaikan.

Siapa pula yang menyangka jika mereka sejatinya adalah seorang jurnalis, pewarta yang saban hari berlalu-lalang mencari berita. Ke-radikal-an Ananda sendiri berhasil ditampung harian Tempo yang kredibel. Sementara keberanian Rara telah mendapuknya menjadi bagian dari Kontras dan LSM pencarian orang hilang selama orde baru, bentukan almarhum Munir.

Perhatian keduanya terhadap mereka yang tak pernah pulang terpancar jelas ketika Banda Neira memusikalisasi karya-karya para pendahulunya. Seperti lagu “Mawar” yang menjadi pilar kerinduan Wiji Thukul pada Sipon (istrinya) di masa pelarian. Atau lagu “Tini dan Yanti” yang mengekspresikan kecintaan Ida Bagus Santosa pada istrinya (Tini) dan calon anak mereka (Yanti) yang ditulis lirih di tembok jeruji.

Pemikiran-pemikiran yang sama, tergabung dalam berbagai organisasi yang sering dibilang “kiri” dan radikal semakin meyatukan sesamanya dalam menciptakan sebuah kata dan menjadi harmonisasi yang indah dalam setiap nada yang dilantunkan.

Saya sendiri hanyalah anak baru yang tidak banyak tahu tentang band indie tanah air. Termasuk Banda Neira, yang baru beberapa bulan ini saya ketahui dan langsung mengagumi. Jujur saja, sosok Rara Sekar dengan rambut nge-boob yang disempurnakan kacamata yang melingkar di matanya lah yang mengawali rasa penasaran saya pada karya mereka berdua.

Kesedihan memang tak bisa dihindarkan. Kecintaan saya pada Banda Neira yang baru beberapa bulan terpaksa berujung lara ketika Ananda Badudu dan Rara Sekar memutuskan berpisah. Dan tatkala nama Banda Neira sudah menjadi debu, biarlah kita menyimpannya dalam satu ruang yang berada tepat di bawah matahari pagi agar si pelukis langit tetap mewarnai ketiadaan Banda Neira. Dan kita, para pendengar setia, sudah sepantasnya selalu di sebelah mereka, sebagai kawan.





15 komentar:

  1. sedih juga dengar Banda Neira bubar. tapi semoga mereka bisa kembali membuat karya yang sudah dicintai oleh penikmat musik.

    BalasHapus
  2. Sayang banget ya bubar..

    Semoga macam mocca ya.. Yang sempat bubar tapi kembali lagi. Pasti bakal banyak yg rindu

    BalasHapus
  3. Oke langsung cari diyoutube siapa Banda Neira.

    BalasHapus
  4. Ada di Sound Cloud ga, mas..?

    *aku penasaran..
    Dari cerita di atas..rasanya lagunya bikin baper.
    Beda sama lagu jaman sekarang yang menye-menye.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada mba. Tapi aku Lupa SoundCloud ya apaan. Hahahah

      Di yutub aja mba nyarinya. Hehe

      Hapus
  5. Aku beberapa kali dengar nama Banda Neira,tapi belum pernah denger lagunya. Baca sedikit latar belakangnya di sini jadi agak penasaran..

    BalasHapus
  6. Saya baru tau Banda Neira dari tulisan Kak Wanda. Sepertinya karya mereka lebih berkualitas dari grup-grup kebanyakan, yang hanya menyuarakan soal jatuh hati dan sejenisnya.
    Jadi penasaran...cari di YouTube ah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheh semoga nggak mengecewakan hasil pencariannya :))

      Hapus
  7. heh!
    BUKAN DI EROPA!
    SOK TAU! HIH!
    fans karbitan. pret.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ke new Zealand Kali ya? Nyusul bebebnya?

      Ya maap si :((

      Hapus
  8. Sedih sih begitu tau mereka bubar, karena sebenarnya aku pengen liat mereka konser bawain lagu2 di album kedua mereka, setelah rara balik :((
    Apalagi banda neira masih bisa berkembang lebih jauh lagi

    BalasHapus
  9. Kenapa band2 bagus malah bubar ???? kenapa ?????

    BalasHapus
  10. Ngasih kesempatan band jelek biar Jadi bagus
    #uopppooooooo

    BalasHapus