Sabtu, 02 November 2019

gambar: fikse.ummgl.ac.id


Belakangan, banyak beredar tulisan sampah di berbagai media online. Ya, sudah cukup lama sebenarnya, jadi enggak belakangan-belakangan amat.

Akan tetapi, sebenarnya tulisan-tulisan yang dimaksud itu tidaklah sampah-sampah amat. Setidaknya tulisan mereka masih lebih dari tiga paragraf.

Jadi di sini, saya ingin ungkapkan bahwa tulisan sampah sebenarnya adalah........ya tulisan ini. Sudah tak ada isinya, judul clickbait, niatnya cuma biar blog enggak kosong kelamaan, dan pas tiga paragraf pula. Tapi sebenarnya yang sampah belakangan ini bukan cuma tulisan saja, ada juga teori sampah. Enggak percaya? Sila tanyakan ke Steven!

Kamis, 25 Juli 2019

foto: kumparan.com


Bangun pagi, bagi sebagian orang adalah ujian terberat dalam hidup. Bukan tanpa sebab, tidur sepuasnya hingga matahari meninggi adalah kebahagian yang tak bisa diganti dengan apa pun.

Dan ya, saya baru saja melewati ujian itu Selasa (23/7/2019). Lebih parah lagi karena waktu tidur tidak lebih dari tiga jam. Ketika banyak orang memilih tidur lebih cepat ketika mengetahui ada sebuah kewajiban yang harus dijalani esok paginya, saya justru memilih tidur lewat tengah malam. Sudah termasuk pagi bahkan.

Sejatinya saya sudah berencana untuk tidur lebih cepat dari biasanya karena harus datang pagi hari untuk mengikuti sebuah acara. Tapi pengaruh kopi di malam harinya membuat saya terjaga hingga subuh. Padahal itu cum kopi biasa, sachetan, diaduknya pun langsung dengan bungkusnya.

Tapi ya, itu tetap kopi kan namanya? Ya walaupun bagi mereka yang mendaku diri sebagai penggila kopi itu bukanlah kopi sesungguhnya, bagi saya itu kopi tetaplah kopi, kenapa harus diributin sih? Elah, ngelunjak.

ohgreat.id


Singkat cerita, saya sampai di tempat acara di bilangan Kota Tua Jakarta untuk menjadi saksi sejarah bagaimana daya magis kopi bersatu dengan nilai-nilai sejarah yang ada di Museum Sejarah Jakarta.

Jujur saja, ini acara Kopi pertama yang saya datangi. Siapa sangka jika pengalaman pertama ini justru berlangsung di museum. Sebuah perpaduan yang luar biasa bukan?

Kopi yang dalam lima tahun terakhir menjadi gaya hidup baru di kalangan anak muda kembali mendapat panggung utama di acara kali ini. Tidak tanggung-tanggung, Masyrakat Kopi Indonesia (MKI) menggandeng Dinas Pariwisata Jakarta untuk mengadakan acara bertajuk Kopikan Museum.

Ini menjadi cara baru MKI untuk terus mempopulerkan kopi Indonesia ke masyarakat yang lebih luas. Bagi saya pribadi, memperkenalkan kopi di museum adalah perpaduan yang pas dan saling menguntungkan. Betapa tidak, ketika masyarakat ibu kota, terutama anak muda, makin banyak yang berbondong-bondong ke coffee shop untuk menikmati segala jenis kopi, disaat yang bersamaan makin sedikit pula orang yang datang ke museum.

Sebagai orang yang suka ngopi tapi enggak paham-paham banget soal kopi, banyak hal yang baru saya ketahui setelah mengikuti acara di Museum Sejarah Jakarta kemarin. Di antaranya adalah fakta bahwa kandungan dan manfaat kopi akan berkurang jika ditambahkan dengan gula, kopi pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-18, kopi Robusta lebih enak dari Arabica, dan yang paling penting dari semua itu adalah, secangkir kopi bisa membuat sperma berlari-larian mencari mangsa.

Kopi, bisa dikatakan hidangan bermanfaat yang paling simpel. Bayangkan saja, setiap akan melakukan aktivitas, kita – seenggaknya saya – selalu membutuhkan kopi. Percaya atau tidak, dengan kopi pikiran bisa menjadi tenang, dan percaya atau tidak juga, kopi bisa menunda lapar terutama di akhir bulan.

Sihir kopi ini kemudian memunculkan satu narasi sederhana tapi bermakna dari Ketua MKI, Edy Panggabean. “Jika kamu tidak tahu harus memulai dari mana, mulailah dari secangkir kopi,”



Jumat, 19 April 2019

Udah? Udah? Udah copras-capresnya? Udah cebong-kampretnya? Udah klaim kemenangannya? Selesai sudah keruwetan negara seiring berakhirnya Pemilu dan Pilpres 17 April kemarin. Sekarang hingga seterusnya kita bisa kembali hidup tenang tanpa dipisahkan antara 01 maupun 02. Tapi tentu, ini tidak menjamin apa-apa.

Walau begitu, saya setidaknya pantas berterima kasih dengan diselenggarakannya Pemilu pada Rabu kemarin. Berkat pesta demokrasi inilah mata batin saya kembali terbuka untuk menghidupkan lagi wandasyafii ini.

Adalah Andhika Manggala orang pertama yang membuat saya ingin kembali menulis di blog. Secara tidak langsung memang pengaruh yang dia berikan, tapi cukup berdampak signifikan dengan gairah ngeblog saya.

Suatu siang, Ketua Umum Warung Blogger yang akrab disapa Ucha ini meminta saya untuk membantunya dalam menyelesaikan tulisan berjudul "Setelah 17 April" di blognya. Setelah tanya ini tanya itu, saya menyanggupi permintaannya. Sayang, 400-an kata yang sudah saya setorkan tidak pernah benar-benar muncul di blognya.

Tapi dari situlah saya mulai sadar dan ingin kembali menulis di blog. Satu hari sebelum pencoblosan, wandasyafii pun lahir kembali dengan segala macam pertimbangan. Dua kawan saya, Andhika dan Yosfiqar Iqbal meminta saya untuk berpikir ulang sebelum ngeblog lagi.

Tujuan mereka jelas, mereka tidak ingin keinginan saya menghidupkan wandasyafii ini hanya karena semangat sesaat. "Wan mending senang-senang dulu sama yang gratisan, kalo udah nemu ritme nulisnya baru suruh Ucha ngerjan," kata Bang Yos di Grup WhatsApp, yang kemudian diamini Ucha.

Apa yang dikatakan Bang Yos 100 persen benar. Sudah hampir dua tahun saya kesulitan menemui ritme nulis di blog seperti dulu. Hal ini juga yang menyebabkan wandasyafii mangkrak selama 256 hari. Ini bukan jumlah hari saya tidak menulis di blog, tapi jumlah hari saya tidak bayar domain. YHA!

Jika soal menulis di blog, saya lupa tepatnya berapa hari. Mungkin nyaris setahun mengingat tulisan terakhir saya di sini mengenai kiper Liverpool, Loris Karius, yang membuat blunder konyol di final Liga Champions 2018 lalu.

Omongan Bang Yos tersebut benar-benar menjadi cambuk buat saya. Apalagi hilangnya ritme ngeblog saya disebabkan oleh rutinitas pekerjaan yang sangat padat. Masalah ini bukan soal waktu saja, tapi juga gaya penulisan dan, ya, ritme tulisan yang cukup berubah drastis.

Begini, saya sekarang menjadi reporter di salah satu media sepak bola yang diwajibkan menulis 12 artikel perharinya. Belum lagi gaya penulisan hard news yang menjadi makanan sehari-hari membuat perlahan tapi pasti, saya terbawa irama menulis sebuah berita dengan segala tata krama yang ada di dalamnya.

Cara ini secara perlahan mengikis gaya lama saya dalam menulis blog. Dalam ngeblog, saya orang yang cukup ceplas-ceplos dengan tulisan lumayan panjang. Tapi lama kelamaan saya kesulitan menulis di atas 500-an kata. Hal ini terjadi karena kebiasaan pekerjaan yang mengharuskan bobot satu tulisan tak lebih dari 200-an kata.

Jika dilihat sekilas, hal di atas tidak cukup menjadi alasan. Tapi bagi saya, ini benar-benar jadi masalah. Jelas saya tidak menyalahkan pekerjaan dan rutinitas di kantor. Ini murni faktor dari saya pribadi yang malas, mudah lelah, dan jengah jika diharuskan menulis terus menerus.

Beberapa kali saya coba menulis lagi di blog. Setidaknya ada dua tulisan yang sempat saya bikin tapi tidak pernah selesai. Kenapa tidak selesai? Ya karena itu tadi, saya mulai kesulitan menulis panjang seperti dulu lagi.

Tapi belakangan saya seolah dberikan pertanda baik. Di kantor, saya beberapa kali dipercaya untuk menulis panjang, baik itu Artikel Khusus, Legenda, maupun E-Magazine. Bahkan di rubrik Legenda, tiga tulisan saya mencapai seribuan kata per-artikel. Treatment ini jelas sangat membantu mengembalikan ritme tulisan panjang saya yang dulu.

Berbekal dengan trend tersebut, ditambah "pancingan" yang dibuat Ucha, saya akhirnya memutuskan untuk kembali menghidupkan wandasyafii. Saya yakin dan percaya bahwa masalah-masalah di atas bisa kembali terjadi beberapa waktu ke depan.

Lalu, setelah memutuskan kembali, apakah saya akan hilang lagi dari dunia blogger? Entahlah. Yang jelas saya tidak bisa pastikan akan produktif ngeblog seminggu sekali atau sebulan sekali. Saya hanya ingin memastikan bahwa blog ini tidak akan kosong sampai tiga bulan lamanya.

Ada banyak cerita yang nantinya saya bagikan di sini. Soal anak yang baru lahir, atau apa pun itu. Akan banyak pula keluh kesah yang akan saya nyinyirkan di sini. Baik soal buzzer XL jika nanti juga kembali, perpolitikan indonesia ke depannya, atau masalah yang saat ini punya dampak masif pada sisi humanis kita, gim online.

Dengan mengucap Bismillah, semoga saja tidak ada kembali-kembali berikutnya!!!

gambar: steemit.com

Senin, 28 Mei 2018


Entah apa yang menjadi pertimbangan Juergen Klopp ketika menawarkan nama Loris Karius kepada manajemen Liverpool untuk meminangnya. Memiliki track record mumpuni soal transfer semenjana dan menjadikan seorang pemain memiliki talenta kelas dunia, manajemen pun tidak berpikir dua kali untuk memenuhi keinginan sang pelatih.

Seperti yang diketahui, Klopp sukses besar dengan transfer pemain kasta bawah. Di Borussia Dortmund ia sukses besar ketika mengorbitkan nama-nama yang sulit ditulis, apalagi dilafalkan seperti Lucasz Piszcek, Jakup Blaszczykowski, Kevin Groskreutz, Sinji Kagawa, hingga striker yang terus berjalan sendiri di tabel top skorer Bundesliga, Robert Lewandowski.

Tapi mungkin manajemen Liverpool lupa bahwa tidak semua transfer Klopp yang serupa berakhir sempurna. Ia gagal bersama pemain antah berantah lain semisal Tinga, Patrick Njambe, Damir Vrancic, bahkan karier Henrikh Mkhitaryan dan Pierre-Emerick Aubameyang juga tidak terlalu mentereng ketika Dortmund masih dikendalikan pelatih berkacamata itu.
gambar: zimbio.com
Datang ke Liverpool, Klopp seperti ingin bernostalgia pada kesuksesannya di Dortmund dengan mendatangkan beberapa nama awam seperti Ragnar Klavan, Dominic Solanke, dan tentu saja Loris Karius. Namun, ada baiknya kita meninggalkan dua nama pertama karena keduanya tidak berkontribusi apa-apa, setidaknya untuk tulisan ini.

Nama Karius sudah menjadi buah bibir ketika ia menginjakkan kakinya untuk pertama kali di Melwood. Datang ketika berusia 22 tahun dan berstatus sebagai kiper Tim U-21 Jerman, banyak ekspektasi yang menghinggapi dirinya, paling minimal ia harus bisa bermain lebih baik dari Simon Mignolet.

Pada siklus yang berbeda, kehadiran Karius menjadi magnet tersendiri bagi perkembangan populasi suporter Liverpool di seluruh dunia, terutama wanita. Karius bukan hanya dikarunia kehebatan menjaga gawang, ia juga dianugerahi tampang rupawan yang buat sebagian orang, itu sudah cukup menutupi performa di lapangan.
gambar: liverpoolfc.com
Sayangnya, dia datang di waktu yang salah. Tugasnya memikul beban berat gagal ia laksanakan di tahun pertama. Ambisinya menjadikan Mignolet sebagai penyakitan di bangku cadangan justru berbalik padanya karena penampilan buruk dan kesalahan tingkat kacangan yang ia buat. Seketika itu pula, fans perempuan yang memuji ketampanan Karius juga ikut gerah dan tak segan menghujat permainan buruknya.

Tapi Karius tidak menyerah. Ia terus berusaha keras dan melahap latihan dengan semangat. Kesempatan kembali datang musim ini ketika dirinya dipercaya sebagai penjaga gawang utama khusus Liga Champions – awalnya – oleh Klopp. Dewi fortuna kian mendekatinya ketika performa minor Mignolet di Premier League membuat manajer mengambil keputusan penting. Karius resmi jadi pilihan utama untuk semua kompetisi.

Keputusan tersebut terbukti tepat. Sejak dikawal Karius, keperawanan gawang Liverpool mengalami peningkatan. Di Liga Champions, Liverpool mencatatkan enam cleansheet. Sedangkan di Premier League, gawangnya 10 kali tidak kebobolan dari 19 pertandingan, lebih banyak dari Mignolet yang notabene bermain lebih sering.

Karius kian matang sejak dipercaya menjadi kiper utama. Beberapa penyelamatan krusial pun kerap ia lakukan, seperti saat menepis tandukan Shane Long (Southampton), tendangan keras Pablo Sarabia (Sevilla), sepakan melengkung Mohamed Diame (Newcastle United), penalti Harry Klaim Kane (Spurs), hingga tendangan volley Marko Arnautovic.

Dengan penuh kesombongan saya mengatakan Karius layaknya seorang David De Gea, yang hanya menjadi bahan lelucon ketika pertama kali datang ke Manchester United lalu berubah bak pahlawan seorang diri ketika Setan Merah mampu mempertahankan tempat di papan atas. Karius sedang melewati fase yang pernah dirasakan De Gea beberapa waktu lalu. Hingga sebelum final Liga Champions, saya masih yakin dia mampu seperti itu dan Liverpool tidak perlu membeli kiper baru seperti Alisson Becker, terlebih seorang parasit bernama Gianluigi Donnarumma.
gambar: zimbio.com
Semua bayangan saya di atas berjalan mulus hingga final Liga Champions....sepanjang babak pertama. Ia berhasil menunjukkan dirinya layak bermain di final. Terbang menghalau crossing Dani Carvajal, menepis sundulan Cristiano Ronaldo di muka gawang, hingga menghalau sepakan jarak dekat Isco, Karius telah sah menjadi penyelamat Liverpool pada interval pertama.

Tapi apa daya, tuah 45 pertama berubah menjadi tulah pada paruh kedua. Karius membuat dua blunder di luar logika. Gol pertama bisa dikatakan berkat andil kepintaran Karim Benzema yang mengangkat kakinya. Tapi untuk gol kedua yang dicetak Gareth Bale, agama mana yang bisa memaafkan perbuatan horor itu???

Karius tidak hanya menghancurkan harapan Kopites seluruh dunia. Lebih dari itu, ia bisa mengubur kariernya sendiri akibat kesalahan tersebut. Pertandingan final sekaliber Liga Champions, blunder seperti itu, tentu bisa mengganggu psikis sang pemain. Bahkan dia sendiri mengaku tidak bisa tidur setelah pertandingan.

Usai laga pun Karius tidak kuasa menahan tangis sembari memohon ampun kepada fans. Hal serupa terulang ketika skuat The Reds tiba di bandara John Lennon, Liverpool. Karius menuruni tangga pesawat dengan menutupi wajahnya dengan tangan.

Setelah itu penjaga gawang yang pernah menimba ilmu di Manchester City menulis surat terbuka, yang intinya minta maaf pada semua orang. Ia mengaku kekalahan Liverpool disebabkan oleh aksi horornya di bawah mistar.

Dia sudah malu, sudah minta maaf, dan seakan tak sanggup melihat lingkungannya. Sekarang yang harus dilakukan adalah bangkit dan terus memperbaiki diri agar Klopp tidak berpaling darinya pada musim depan. Rekan setim yang saat di lapangan membiarkannnya berjalan sendirian menghampiri fans pun mulai menguatkan sang kiper. Mereka kompak menginginkan Karius bangkit dan terus membenahi performanya. Bahkan Inter Milan dan Napoli juga tidak ketinggalan memberikan dukungan lewat media sosial. Tidak ketinggalan, seorang legenda layar handphone, Mia Khalifa, juga menyemangati pemain yang disekujur tubuhnya dipenuhi tato itu.

Kita sebagai fans pun sudah semestinya kembali memberinya dukungan dan membuat Karius berdiri tegak lagi. Saya pun masih cukup percaya dengan kapabilitasnya untuk terus mengawal gawang Liverpool kecuali Liverpool dapetin Alisson.

Tanpa perlu kita bilang, Karius sudah pasti berpikir untuk bermain lebih baik lagi. Mengubur memori buruk 27 Mei 2018 demi terus berjalan bersama pemain lainnya untuk menggapai prestasi yang sudah menunggu Liverpool di masa mendatang. Semoga!

Selebihnya, sudah sepatutnya Karius mengurangi kegiatannya di media sosial. Tidak perlu juga dia kerap memamerkan kegantengannya di sana jika performa di lapangan justru mengatakan sebaliknya. Mubazir itu namanya.  Cukup performa Paul Pogba di Instagram saja yang mendapat banyak like, tapi dihujat di lapangan.