Kedatangannya
pada pertengahan musim 2010-2011 benar-benar membuka angin segar bagi Liverpool
yang baru ditinggal penyerang andalan, Fernando Torres. Luis Suarez hadir di
Anfield sebagi pengganti sepadan Torres yang kadung bosan dengan prestasi The
Reds yang tak kunjung membaik tiap tahunnya.
Musim
2013-2014 menjadi puncak kejayaan Suarez bersama Liverpool – begitupun
sebaliknya, ia membawa club pelabuhan nyaman menjadi runner-up di akhir musim
yang sekaligus mengukuhkan dirinya menjadi top skor liga dengan 28 gol.
Akan
tetapi, musim lalu El Pistolero sudah
meninggalkan Liverpool untuk bermain bersama Barcelona. Meninggalkan Inggris
dengan predikat top skor, dan tentu dengan status kontroversial yang telah
terlanjur lekat dengannya. Inggris pun kehilangan sosok penyerang asal Uruguay
yang mampu “menari” didepan gawang lawan laiknya pemain Amerika Latin.
Habis
Luis Suarez terbitlah Diego Costa. Pemain berpaspor Spanyol yang kini menjadi
andalan Jose Mourinho di Chelsea memang tak memiliki hubungan apa-apa dengan
Suarez, tapi mereka mempunyai banyak kesamaan, mulai dari yang positif, hingga
negatif.
Didatangkan
dari Atletico Madrid senilai 45 juta pounds, tak membuat ia terbebani dengan
biaya transfernya, Costa justru mampu memenuhi ekspektasi orang-orang pada
dirinya. Alhasil, musim perdananya bersama The
Blues pun berbuah trofi Liga dan piala Carling, belum lagi predikatnya
sebagai striker tersubur The Blues dengan 23 gol. Sama halnya dengan Suarez,
Diego Costa menjalani turnamen dengan beberapa kisah menjengkelkan diatas
lapangan. mulai dari memprovokasi wasit, bersandiwara diatas lapangan, hingga
menyerang lawan telah ia lakukan. Dan sekali lagi, hal itu diimbangi dengan
gelontoran gol yang tak pernah henti ia ciptakan.
Selama
tiga tahun membela Liverpool, Luis Suarez tak pernah henti menjadi buah bibir media
Inggris yang memang dikenal sangat ampuh “menjual” isu atau membesarkan berita
seputar pemain dari luar Biritania. Mulai dari tuduhan rasisnya terhadap
Patrice Evra, gigitan mautnya pada Ivanovic hingga Chiellini di piala dunia
2014 lalu, senantiasa menjadi headline
media di negeri ratu Elizabeth tersebut. Ini pula yang mendalangi kepergian Luisito dari Inggris. Seperti yang
dilansir media Spanyol, Marca, Suarez
berujar bahwa Alasan utamanya meninggalkan Liverpool karena tak tahan dengan
pemberitaan media Inggris yang terus memojokkannya.
Beberapa
kasus yang sempat membelenggu El
Pistolero memang tak layak mendapat pembelaan, akan tetapi media semestinya
tidak mengambil porsi yang amat besar terhadap pemberitaan dirinya. Berkat
peran media pula, publik Inggris menanam kebencian terhadap mantan pemain
Nacional tersebut. padahal, dalam kasus rasisme nya, Suarez dan pihak Liverpool
tanpa perlawanan menerima hukuman larangan bermain 10 laga dan 4 laga yang
diterima akibat menggigit lengan Branislav Ivanovic.
Tidak
berbeda jauh dengan Suarez, Diego Costa yang sama-sama berperangai tempramen
pun merasakan apa yang dirasakan mantan pemain Ajax Amsterdam tersebut. belum
setahun berkiprah di tanah Britania, ia telah menimbun banyak musuh di Inggris.
Beberapa aksi jailnya ketika melawan Liverpool musim lalu, membuat Costa
menjadi bulan-bulanan Skrtel dan Henderson, aksi tak pentingnya tersebut
membuatnya beberapa kali bersitegang dengan dua pemain Liverpool tersebut, termasuk
injakannya terhadap Emre Can. Hingga jelang akhir pertandingan, Diego Costa
masih sempat cekcok dengan Henderson yang nyaris baku hantam. Belum lagi
tindakannya yang lain yang kerap memantik emosi lawan.
Atas
tingkah lakunya tersebut, Costa
dihadiahi sebuah chants sarkas
yang dinyanyikan oleh para Liverpudlian “The
elephant man, the elephant man…Diego Costa, the elephant man” itulah
penggalan chants untuk menggambarkan seorang Diego Costa. Setali tiga uang
dengannya, Luis Suarez pun tak luput dari chants
plesetan fans lawan, ia harus menerima nyanyi puja-puji dari para Kopites diplesetkan oleh fans Manchester
United yang menyebutnya sebagai “racist
bastard” yang mengacu pada kasusnya dengan kapten United saat itu, Patrice
Evra.
Dari
semua kasus diatas, kita tidak bisa mengelak akan kehebatan dua pemain asal
Amerika Latin ini, selain mendulang nama atas dirinya sendiri, mereka pun
berhasil meningkatkan performa tim lebih tinggi lagi. Liverpool yang terakhir
kali bersaing di dua besar pada 2008 kembali menjadi penantang juara saat
Suarez menggila pada 2013-2014, bahkan ia hampir membawa club asal Merseyside
menjadi juara sebelum tangisnya membasahi stadion Selhurst Park, kandang Crystal
Palace. Begitupula Diego Costa yang membawa Chelsea Juara Liga dengan catatan
sempurna di musim perdananya.
Namun,
meski kontroversial, Suarez dikenal tidak memiliki musuh dalam lapangan ( ya,
mungkin Evra yang masih sakit hati ), Ivanovic dan Chiellini bahkan tak menaruh
dendam padanya, begitupula Suarez yang tegas telah meminta maaf. Persaingan
hanya terjadi selama 90 menit dilapangan. Setelah itu, semua adalah teman
baginya, tak ada perselisihan yang melibatkan dirinya seusai pertandingan,
tidak ingin pula dia mencari masalah dengan pemain lain.
Berbeda
dengan Costa yang memang kerap memancing emosi pemain lain, beberapa gerakan
treatikal, dan – mungkin ditambah perawakan yang jauh menggambarkan usia
aslinya membuat ia terlalu sering bersitegang dengan pemain lain. Dari kaki,
tangan, hingga mulutnya pun ia manfaatkan untuk menjahili pemain lawan yang
membuat emosi naik bukan kepalang.
Tak
jarang, ia tak segan membuat pemain asal negaranya, Brazil, naik pitam. Yang
terbaru adalah bek Arsenal, Gabriel Paulista yang tak tahan dengan provokasinya
terhadap wasit pada laga Derby London sabtu kemarin. Paulista, yang sama-sama
dari Brazil tak kuat menahan emosi yang semakin membuncah ketika meilhat Costa
dengan semangat memprovokasi wasit agar memberi hukuman padanya. Bahkan
emosinya harus diredam oleh pemain Chelsea lainnya, Oscar, yang juga asal
Brazil.
Suarez dan Costa, mereka sama-sama mengisi kekosongan yang tertinggal di Spanyol dan Inggris, bertukar negara disaat yang bersamaan, menyisakan rekor yang sukar ditandingi oleh penerusnya di Liverpool dan Atletico Madrid.
Dan
satu hal yang pasti, Luis Suarez dan Diego Costa tidak suka dengan kehidupan
malam. Suarez lebih memilih berkumpul bersama keluarganya, sementara Costa
lebih memilih menyendiri di apartemennya sambil memanjakan mata dengan
film….ya, film porno koleksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar