Entah apa yang menjadi pertimbangan Juergen Klopp ketika
menawarkan nama Loris Karius kepada manajemen Liverpool untuk meminangnya. Memiliki
track record mumpuni soal transfer semenjana dan menjadikan seorang pemain memiliki talenta kelas
dunia, manajemen pun tidak berpikir dua kali untuk memenuhi keinginan sang
pelatih.
Seperti yang diketahui, Klopp sukses besar dengan transfer
pemain kasta bawah. Di Borussia Dortmund ia sukses besar ketika mengorbitkan nama-nama yang sulit ditulis, apalagi
dilafalkan seperti Lucasz Piszcek, Jakup Blaszczykowski, Kevin Groskreutz,
Sinji Kagawa, hingga striker yang terus berjalan sendiri di tabel top skorer
Bundesliga, Robert Lewandowski.
Tapi mungkin manajemen Liverpool lupa bahwa tidak semua
transfer Klopp yang serupa berakhir sempurna. Ia gagal bersama pemain antah berantah lain semisal Tinga, Patrick
Njambe, Damir Vrancic, bahkan karier Henrikh Mkhitaryan dan Pierre-Emerick
Aubameyang juga tidak terlalu mentereng ketika Dortmund masih dikendalikan
pelatih berkacamata itu.
gambar: zimbio.com |
Datang ke Liverpool, Klopp seperti ingin bernostalgia pada kesuksesannya di
Dortmund dengan mendatangkan beberapa nama awam seperti Ragnar Klavan, Dominic
Solanke, dan tentu saja Loris Karius. Namun, ada baiknya kita meninggalkan dua
nama pertama karena keduanya tidak berkontribusi apa-apa, setidaknya untuk tulisan ini.
Nama Karius sudah menjadi buah bibir ketika ia menginjakkan
kakinya untuk pertama kali di Melwood. Datang ketika berusia 22 tahun dan
berstatus sebagai kiper Tim U-21 Jerman, banyak ekspektasi yang menghinggapi
dirinya, paling minimal ia harus bisa bermain lebih baik dari Simon Mignolet.
Pada siklus yang berbeda, kehadiran Karius menjadi magnet
tersendiri bagi perkembangan populasi suporter Liverpool di seluruh dunia,
terutama wanita. Karius bukan hanya dikarunia kehebatan menjaga gawang, ia juga dianugerahi tampang rupawan yang buat
sebagian orang, itu sudah cukup menutupi performa di lapangan.
gambar: liverpoolfc.com |
Sayangnya, dia datang di waktu yang salah. Tugasnya memikul
beban berat gagal ia laksanakan di tahun pertama. Ambisinya menjadikan Mignolet sebagai penyakitan di bangku cadangan justru berbalik padanya karena penampilan buruk
dan kesalahan tingkat kacangan yang ia buat. Seketika itu pula, fans perempuan
yang memuji ketampanan Karius juga ikut gerah dan tak segan menghujat
permainan buruknya.
Tapi Karius tidak menyerah. Ia terus berusaha keras
dan melahap latihan dengan semangat. Kesempatan kembali datang musim ini ketika
dirinya dipercaya sebagai penjaga gawang utama khusus Liga Champions – awalnya –
oleh Klopp. Dewi fortuna kian mendekatinya ketika performa minor Mignolet di Premier League membuat
manajer mengambil keputusan penting. Karius resmi jadi pilihan utama untuk semua kompetisi.
Keputusan tersebut terbukti tepat. Sejak dikawal Karius,
keperawanan gawang Liverpool mengalami peningkatan. Di Liga Champions,
Liverpool mencatatkan enam cleansheet. Sedangkan di Premier League, gawangnya 10 kali tidak kebobolan dari 19 pertandingan, lebih banyak dari
Mignolet yang notabene bermain lebih sering.
Karius kian matang sejak dipercaya menjadi kiper utama. Beberapa
penyelamatan krusial pun kerap ia lakukan, seperti saat menepis tandukan Shane
Long (Southampton), tendangan keras Pablo Sarabia (Sevilla), sepakan melengkung
Mohamed Diame (Newcastle United), penalti Harry Klaim Kane (Spurs),
hingga tendangan volley Marko Arnautovic.
Dengan penuh kesombongan saya mengatakan Karius layaknya
seorang David De Gea, yang hanya menjadi bahan lelucon ketika pertama kali
datang ke Manchester United lalu berubah bak pahlawan seorang diri ketika Setan Merah mampu mempertahankan tempat di papan atas. Karius sedang melewati fase yang pernah dirasakan De
Gea beberapa waktu lalu. Hingga sebelum final Liga Champions, saya masih
yakin dia mampu seperti itu dan Liverpool tidak perlu membeli kiper baru
seperti Alisson Becker, terlebih seorang parasit bernama Gianluigi Donnarumma.
gambar: zimbio.com |
Semua bayangan saya di atas berjalan mulus hingga final Liga Champions....sepanjang babak
pertama. Ia berhasil menunjukkan dirinya layak bermain
di final. Terbang menghalau crossing Dani Carvajal, menepis sundulan Cristiano
Ronaldo di muka gawang, hingga menghalau sepakan jarak dekat Isco, Karius telah sah menjadi penyelamat Liverpool pada interval pertama.
Tapi apa daya, tuah 45 pertama berubah menjadi tulah pada paruh kedua. Karius
membuat dua blunder di luar logika. Gol pertama bisa dikatakan berkat andil
kepintaran Karim Benzema yang mengangkat kakinya. Tapi untuk gol kedua yang dicetak
Gareth Bale, agama mana yang bisa memaafkan perbuatan horor itu???
Karius tidak hanya menghancurkan harapan Kopites seluruh
dunia. Lebih dari itu, ia bisa mengubur kariernya sendiri akibat kesalahan tersebut. Pertandingan final sekaliber Liga Champions, blunder seperti itu, tentu bisa mengganggu psikis sang pemain. Bahkan dia sendiri mengaku tidak bisa
tidur setelah pertandingan.
Usai laga pun Karius tidak kuasa menahan tangis sembari
memohon ampun kepada fans. Hal serupa terulang ketika skuat The Reds tiba di
bandara John Lennon, Liverpool. Karius menuruni tangga pesawat dengan menutupi wajahnya dengan tangan.
Setelah itu penjaga gawang yang pernah menimba ilmu di
Manchester City menulis surat terbuka, yang intinya minta maaf pada semua
orang. Ia mengaku kekalahan Liverpool disebabkan oleh aksi horornya di bawah
mistar.
Dia sudah malu, sudah minta maaf, dan seakan tak sanggup melihat
lingkungannya. Sekarang yang harus dilakukan adalah bangkit dan terus
memperbaiki diri agar Klopp tidak berpaling darinya pada musim depan. Rekan setim yang saat di lapangan membiarkannnya berjalan sendirian menghampiri fans pun mulai menguatkan sang kiper. Mereka kompak menginginkan Karius bangkit dan terus membenahi performanya. Bahkan Inter Milan dan Napoli juga tidak ketinggalan memberikan dukungan lewat media sosial. Tidak ketinggalan, seorang legenda layar handphone, Mia Khalifa, juga menyemangati pemain yang disekujur tubuhnya dipenuhi tato itu.
Kita sebagai fans pun sudah semestinya kembali memberinya dukungan dan membuat Karius berdiri tegak lagi. Saya pun masih cukup percaya dengan kapabilitasnya untuk terus mengawal gawang
Liverpool kecuali Liverpool dapetin Alisson.
Tanpa perlu kita bilang, Karius sudah pasti berpikir untuk bermain lebih baik lagi. Mengubur memori buruk 27 Mei 2018 demi terus berjalan bersama pemain lainnya untuk menggapai prestasi yang sudah menunggu Liverpool di masa mendatang. Semoga!
Selebihnya, sudah sepatutnya Karius mengurangi kegiatannya di media sosial. Tidak perlu juga dia kerap memamerkan kegantengannya di sana jika performa di lapangan justru mengatakan sebaliknya. Mubazir itu namanya. Cukup performa Paul
Pogba di Instagram saja yang mendapat banyak like, tapi dihujat di lapangan.
kasian om, sudah jam nya piala dunia nih.. :D
BalasHapuskakve-santi(dot)blogspot.com