Hujan selalu menemukan ceritanya sendiri di kehidupan manusia.
Dengan segala jenis latar belakang ia hadir memenuhi ruang hidup kita. Hujan
tidak hanya tentang mereka yang kehujanan, kebanjiran, atau mereka yang hanya
menari-nari di film India. Ia sudah menjadi saksi bagaimana kita mengenal,
berjalan, bertahan, hingga mengukir kisah-kisah yang tak terbayangkan
sebelumnya.
Tak perlu berapa kali hujan yang buat kita semakin dekat, saling
menghangatkan dalam kedinginan yang cukup menusuk tulang. Bahkan disaat berada
di tempat berbeda pun kita selalu merasa ada di ruang yang sama.
Hujan pertama datang tepat disaat kita memutuskan mengukir kisah
berdua. Kita tertahan cukup lama hingga larut di tepian jalan, menikmati basah
hingga ke tulang. Tapi itu lah indahnya, ketika kita bisa menangkap hangat
genggaman pertama. Hingga pada dalam perjalanannya ia selalu mengiringi
kita kemana pun tujuannya.
Kita bermula dengan cara yang menurut orang-orang tidak biasa.
Bahkan terlalu berani, kata mereka. Namun, inilah kita. Membuat awal yang tak
biasa berjalan luar biasa. Hingga sekarang, kita, atau aku setidaknya, masih
tak menyangka bisa berujung hingga sedemikian rupa.
Kita membuat jarak yang terbentang
sama sekali tak terasa. Menikmati bersama hingga akhirnya berada pada titik
yang sebelumnya tak pernah aku lakukan sebelumnya. Dia adalah wanita pertama
yang ku kenalkan pada keluarga hingga akhirnya mereka saling tatap muka. Ini
adalah sebuah keberanian yang luar biasa, kata
mereka. Ya, tidak satu wanita pun yang ku kenalkan langsung pada keluarga
sebelumnya. Cuma dia.
Bahkan ada satu obrolan yang sangat jauh kita bicarakan. Di
hadapan mereka aku berujar dan hingga saat ini ku pegang. Kita berproses
kian jauh saat dia terhubung langsung dengan wanita yang turut melahirkanku.
Wanita pertama yang ku cintai di dunia. Satu hal yang tak dapat disangka sebelumnya. Apalagi, ibu sendiri yang minta dikenalkan.
Tentu awalnya saya takut karena saya kenal bagaimana responnya
pada orang lain. Tapi niatnya yang memang ingin mengenal satu-satunya wanita yang bukan dari rahimnya dalam
keluarga membuat saya luluh dan membiarkan mereka bercengkrama. Mereka akhirnya
saling bercerita. Bahkan ibu lebih sering menghubunginya daripada berbicara dengan
saya.
Dia yang saat pertama bertemu dengan keluarga saya sangat kikuk,
tampak cukup leluasa berbicara dengan ibu. Ya mungkin karena hanya lewat
gawainya. Entah bagaimana rupanya jika bertatap muka.
Kita terus berjalan dengan entah berapa kali hujan dan berapa
waktu dihabiskan di tepi jalan. Tapi sebab itu lah cerita kita berbeda
sedari awal. Kebersamaan yang kita jaga di sela waktu dalam bekerja menjadi
kenikmatan tersendiri. Kita berjalan
sebagaimana mestinya, sebagaimana yang kita inginkan. Hingga akhirnya beberapa
perbedaan turut serta dalam cerita. Aku pindah kerja, yang otomatis membuat
waktu Bersama berantakan, sekalipun jarak semakin dekat. Dengan apa yang selama ini telah kami lewati, semua akhir kembali pada waktu. Waktu akan perubahan, atau juga pada kekurangan satu
sama lain.
Pada akhirnya kita dengan terpaksa menjadi siapa. Hujan yang
membuat semua cerita turut mengambilkannya. Membuat tidak ada lagi rindu yang
tercipta pada dirinya, tak ada pula tatapan hangat
darinya. Mata kami tak lagi bertemu di sore itu, sekalipun aku tak pernah
mengalihkan mata dari wajahnya. Tapi, tentu genggaman terakhir masih terasa sama seperti yang pertama. Tapi
mungkin itu hanya bagiku, entah baginya.
Manusia memang tidak ada yang sama. Semua tercipta berbeda, hanya
tinggal bagaimana kita yang menyatukannya. Banyak yang bersatu karena perbedaan,
tapi memang tidak sedikit pula yang terpisah dan saling serang karenanya. Dan
kita? Salah satu diantara kita memilih kalah atas perbedaan tersebut.
Selain mati yang tak punya jawabannya di dunia. Keputusan siapa,
apa, atau apa pun itu namanya juga tak keluar dari bibirnya . Banyak pertanyaan
yang terlontar, tapi sebanyak itu pula mulutnya bungkam. Biarlah. Biar dia yang
tahu apa sebenarnya, karena mungkin jawaban sesungguhnya akan sakit untuk diterima. Sedangkan saya? Saya cukup berfantasi dengan praduga yang hilir mudik
di kepala.
gambar: pinterest.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar