Tuhan
menciptakan alam raya ini dengan segala keindahan dan keagungannya, dan kita
sebagai makhluk ciptaannya pun diwajibkan untuk selalu mensyukuri apa pemberian
tuhan, tak terkecuali musibah. Sudah cukup banyak musibah yang terjadi di dunia
dengan jutaan nyawa melayang, salah satunya adalah tragedi gempa dan tsunami
yang terjadi di Aceh.
Sebagai
provinsi paling ujung barat Indonesia, Aceh berbatasan langsung dengan samudera
hindia yang juga terhubung dengan laut Australia, sehingga tidak heran jika hampir
semua daerah di Aceh memiliki pantai yang indah, dan menjadi destinasi wisata
favorit para pelancong.
Tepat
hari minggu pukul 9 pagi, tanggal 26 desember 2004, Nanggroe Aceh Darrussalam
diterjang musibah terdahsyat, gempa berkekuatan 8,9 skala richter yang kemudian diikuti dengan gelombang pasang setinggi 10
meter menyapu bersih seluruh pesisir pantai Aceh. Amukan ombak laut yang tak
bisa dibendung dengan apapun ini meratakan seluruh daerah yang berdekatan
dengan bibir pantai seperti Meulaboh, Calang, sampai ke ibukota provinsi, Banda
Aceh. Tidak ada tempat untuk berlindung ketika air laut datang, kecuali
mesjid-mesjid yang tetap kokoh berdiri berkat kebesaran ilahi.
Tsunami
yang menurut para ahli Geologi hanya terjadi 200 tahun sekali, dalam sekejap
amukannya menghancurkan Serambi Mekkah, tidak ada yang disisakan dari bencana
ini kecuali rasa pilu paling dalam warganya, dan mayat yang bergelimpangan
disetiap sudut jalan. Tanpa aba-aba, tanpa tanda apa-apa, tuhan menegur keras
rakyat aceh dengan bencana maha besar yang merenggut nyawa hampir 200 ribu jiwa
ini.
Tapi
di balik setiap musibah tuhan selalu menyelibkan keberkahan yang bisa dirasakan
umatnya, dan setidaknya Aceh mendapatkan dua keberkahan yang dijanjikan tuhan
kepada umatnya di daerah yang menerapkan Syariat Islam ini. Yang pertama, provinsi paling barat Indonesia ini, yang selama belasan tahun dibelenggu konflik antara Gerakan Aceh
Merdeka ( GAM ) dan pemerintah Indonesia akhirnya berdamai pada 15 agustus 2005
– sebuah impian rakyat aceh yang ingin hidup damai tanpa kekerasan akhirnya
terwujud. Dan yang kedua, munculnya bocah bernama Martunis yang sekarang sudah
menjadi bagian dari club bersejarah Portugal, Sporting Lisbon.
Pagi
hari saat tsunami menerjang Aceh, Martunis, yang ketika itu berusia 7 tahun
sedang asyik bermain bola bersama beberapa teman sepermainannya. Mengenakan
baju tim nasional Portugal bertuliskan Rui Costa, ia terhempas puluhan ribu mil
ke tengah tengah samudera Hindia dan terombang-ambing selama puluhan hari
dengan hanya berbekal batang pohon yang mengapung, ia tiada henti
berjuang untuk terus hidup walau hanya bisa “menikmati” asinnya air laut, pekatnya
batang pohon yang dimakan untuk mengisi perut. Tentu itu bukan makanan yang
dikehendakinya, tapi apa lagi yang harus dilakukan di tengah laut selama
puluhan hari.
Tidak
lama setelah itu, tuhan lagi-lagi menunjukkan kebesarannya dengan “mengirim”
sebuah kapal dan helikopter asal Belanda untuk menolong Martunis yang sudah
tidak tahan dengan “kehidupannya” di laut lepas. Penderitaan selama terjebak
di laut pun terbayar seiring pemberitaan yang dilakukan televisi Belanda yang
merekamnya sembari memakai jersey negara Portugal.
Tuhan
seakan sudah menakdirkannya untuk memakai seragam Portugal pada hari itu, dan
berkat “Rui Costa” inilah yang menggugah warga dunia akan dirinya dan tentu
negara Portugal yang menaruh simpati amat tinggi untuknya.
Portugal
yang ketika itu masih diperkuat generasi emas dengan Rui Costa di dalamnya,
Pauleta sebagai penyerang, Luis Figo sebagai rajanya, dan tentu kemunculan
bintang baru mereka Cristiano Ronaldo yang masih berumur 20 tahun, bahu membahu
membantu Martunis dan rakyat aceh selama rekonstruksi berjalan. Bahkan –
menurut saya – mereka menjadikan Martunis sebagai duta negaranya. Baik
federasi, pelatih, hingga presiden Portugal mengundang Martunis untuk berkunjung
ke negara Eropa barat tersebut.
Martunis bersama seluruh skuat Portugal (sumber: tempo.com) |
Tapi
lebih dari itu, Martunis mendapatkan perhatian yang luar biasa dari idolanya, Cristiano
Ronaldo. Dia menemukan seorang panutan, seseorang yang menjadi alasannya
untuk tetap hidup di tengah laut, seseorang yang selama ini dipanggil dengan
sebutan abang dalam diri Cristiano
Ronaldo.
Baju
Portugal yang ia kenakan telah membawa Cristiano Ronaldo menginjakkan kakinya
di bumi Serambi Mekkah selama beberapa hari, hanya untuk menjenguk sang “adik”
di kota kelahirannya – seingat saya,
Ronaldo adalah pesepakbola dunia pertama yang berkunjung ke Aceh. Kedatangannya
tersebut telah membuat Aceh kembali dibanjiri oleh lautan manusia, tidak ada
sudut yang tersisa di Banda Aceh karena orang-orang yang ingin melihat sang
superstar dari dekat.
kedatangan Ronaldo ke Aceh pasca Tsunami (sumber: liputan6.com) |
Seperti
ingin membalas jasanya, Martunis pun gantian menyambangi Ronaldo di Portugal
dan menjadi tamu kehormatan di negara Eusobio tersebut, dia pun berkesempatan
menonton langsung pertandingan Kualifikasi piala dunia 2006 antara Portugal vs
Finlandia, tidak sampai disitu, Martunis bahkan duduk disamping pemain yang
jersey nya ia pakai ketika musibah tsunami terjadi, Rui Costa.
Martunis dan legenda hidup Portugal, Eusebio ketika menyaksikan pertandingan Portugal vs Finlandia (sumber: pinteres.com) |
Cristiano
Ronaldo, merupakan pemain tersukses Portugal bahkan dunia. Sudah banyak trofi
yang ia menangkan, sudah tak terhitung pula gol yang ia cetak bersama club dan
negaranya, kekayaan yang melimpah ruah nyatanya tak membuat ia lupa dengan anak
asuhnya yang tinggal puluhan ribu mil dari benua Eropa.
Ketika
awal tahun lalu ia kembali datang ke tanah air, dia pun tak lupa untuk turut
mengundang Martunis ke Bali, tempat dimana Ronaldo singgah. Cristiano yang terakhir bertemu martunis ketika
masih kecil, terkaget-kaget ketika melihat sang bocah sudah tumbuh dewasa dan
piawai bermain bola.
Ketika
semua orang di Indonesia, dan bahkan di Aceh mulai lupa dengan kisah Martunis,
club penuh sejarah di Portugal, club dengan penghasil pemain nomor wahid dunia, Sporting Lisbon, tidak pernah lupa
dengan bocah Aceh ini. disaat pencinta
bola tanah air terbuai dengan fenomena konyol bernama Andik Vermansyah
yang mengaku dirinya didekati Sporting Lisbon.
Tanpa
basa basi, tanpa sorotan media lokal, dan mungkin tanpa disadari oleh dia
sendiri, Martunis sudah terbang ke Portugal untuk menandatangani kontrak
bermain di akademi Sporting Lisbon. Sebuah akademi yang sudah menghasilkan
pemain terbaik dunia semacam Luis Figo, Pedro Pauleta, Luis Nani, dan tentu
Cristiano Ronaldo.
bersama idolanya, di sela-sela latihan Sproting Lisbon (sumber: goaceh.com) |
Sebuah
mimpi semua anak di dunia, sebuah harapan yang nyatanya hanya menjadi mimpi
semu bagi seorang pemain profesional sekelas Andik Vermansyah, dapat diwujudkan
oleh seorang bocah yang untuk mengejar mimpinya ke Portugal harus berjuang bertaruh nyawa, yang tak pernah terbayangkan oleh kita sebelumnya.
Martunis
yang kini berusia 17 tahun patut bangga dengan apa yang telah ia capai sejauh
ini, walau dengan segala penderitaan yang dialami selama musibah 12 tahun lalu.
Kehilangan hampir seluruh keluarga akibat tsunami tak menyulutkan niatnya untuk
terus menyambung hidup, dengan tekat pantang menyerah yang turut dibantu Ronaldo
sebagai pedoman hidupnya.
Kini
martunis bisa menapak tilas perjalanan karir sang mega bintang di Sporting
Lisbon, leóes – julukan Sporting
bahkan mewariskan nomor punggung 28 kepadanya, nomor pertama yang
dikenakan Ronaldo ketika memperkuat Sporting.
Namun,
di balik itu semua memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan Martunis
mencapai akademi Sporting Lisbon berbau keberuntungan dan jasa Cristiano Ronaldo.
Karena kita sendiri tentu tidak tahu sejauh mana keahliannya mengolah bola di lapangan.
Tapi apapun itu, kita patut bangga dengan pencapaiannya saat ini, toh, kalaupun kemampuannya belum teruji
sekarang dia tentu masih bisa belajar di akademi Lisbon, masih cukup panjang
waktu yang ia miliki untuk bisa menjadi pemain bola profesional.
Sekalipun
dia tidak mampu menembus tim utama Sporting Lisbon di masa mendatang, dia tentu
akan diterima kembali dengan cinta rakyat Indonesia di tanah air dan bisa berbagi
ilmu yang didapat dari akademi terbaik Eropa tersebut. Tidak menutup kemungkinan pula ia
bermain di liga Indonesia dan tentunya mewujudkan mimpi seluruh anak Indonesia
untuk membela negara di ajang internasional.
Tapi,
sekali lagi, doa rakyat aceh, juga Indonesia menyertainya untuk bisa menembus
tim utama The Lions dan menjadikan ia
satu-satunya anak asli Indonesia yang bermain di kancah tertinggi Eropa dan membawa
kebanggaan teramat dalam bagi kita, Indonesia.
Pada
akhirnya, sepak bola lagi-lagi menunjukkan sisi humanis yang sangat manis untuk kita pelajari. Sepak bola,
khususnya Sporting Lisbon telah mengajari kita semua apa arti sepak bola yang
sebenarnya melalui hal yang paling dasar. Sebuah club besar yang tidak melulu hanya
menghargai pemain besar telah membuka mata kita apa arti kehidupan antar sesama
yang sebenarnya. Melalui sepak bola kita bisa menyatukan dunia dengan segala
kegetirannya.
Pernah
Paul McCartney mengungkapkan satu kalimat kepada John Lennon “Music is Music, Simple”. Maka, kali ini
mari sama-sama kita mengatakan “Football
is Football, Simple”
Wahhh. Ada tulisan baru. Kok "abang ade" bukannya doi diangkat anak ya sama CR?
BalasHapusBetul Kak. Ya karena si martunis manggil ronaldo nya abang sih haha
HapusDibalik kisah ini, Keindahan lokasi tsb pengen bgt saya datengin dari dlu, tapi belum kesampaian....
BalasHapusBelom terlambat kok mas buat dateng kesana...semoga bisa kesampaian :)
Hapushmmmmm, susunan fotonya coba benerin. ya ampun. udah diajarin juga.
BalasHapus