Liga-liga Eropa kini
sudah menjadi komoditas utama masyarakat dunia, ditambah dengan semakin
menjamurnya industrialisasi sepak bola, sudah barang tentu akan menghadirkan
keuntungan baru, dan tentu penggemar baru. Keadaan ini pula yang tampaknya
menjadi bendungan besar antara profesionalisme dan nasionalisme para pemain.
Keberadaan setiap
pemain dalam sebuah club menjadi pertimbangan tersendiri bagi mereka yang ingin
membela tim nasionalnya, semakin besar club yang dibela, maka semakin besar
pula peluang pemain tersebut untuk bermain membela negaranya. Disisi lain, ini
bisa menjadi boomerang bagi si pemain
jika sewaktu-waktu, tanah airnya membutuhkan jasa mereka untuk memperkuat tim
nasional.
Pertandingan
kualifikasi piala Eropa dan piala dunia yang sering bergulir di sela-sela
pertandingan liga yang sedang berjalan, tentu menjadi pekerjaan rumah
tersendiri bagi club tempat pemain bernaung. Meskipun liga di liburkan selama
tim nasional sedang bertanding, tetap saja pemilik club merasa was-was terhadap dampak yang akan
terjadi pada sang pemain sepulangnya ia dari tugas negara, yaitu cedera, dan tingkat
kebugaran si pemain yang bisa saja menurun.
Bayaran selangit yang
diterima setiap pemain dari club, tentu membuat pemilik club merasa was-was
dengan keadaan para pemainnya. Alasannya jelas, mereka dibayar mahal untuk
bermain bagus, bukan untuk merawat cedera yang di derita selepas tugas negara.
Banyak pula pelatih-pelatih yang mengeluh dengan keadaan ini dan menjadikan
laga internasional sebagai momok tersendiri bagi mereka.
Pasca cedera panjang
yang dideritanya, Daniel Sturridge kembali merumput pada dua minggu lalu dan
langsung menunjukkan kualitasnya dengan mencetak tiga gol sejauh ini, comeback
nya Sturridge di Liverpool coba dimanfaatkan pelatih tim nasional Inggris, Roy
Hodgson untuk memboyongnya kembali ke The
Three Lions untuk menghadapi dua laga kualifikasi terakhir Euro 2016.
Sadar dengan keadaan
pemainnya yang baru pulih, pelatih Liverpool saat itu, Brendan Rodgers melarang
pemain kesayangannya itu kembali ke tim nasional untuk sementara waktu. Ia
berdalih, Sturridge belum sembuh benar atas cederanya, dan tentu saja, Rodgers
trauma dengan pemanggilan itu, karena cedera yang didapat akibat membela
Inggris pada lanjutan kualifikasi Euro awal tahun ini. Menyadari hal ini, Roy
Hodgson pun mengamini permintaan Rodgers tersebut dan membatalkan pemanggilan
itu.
Masalah Sturridge
reda, tetapi muncul masalah baru, Dany Ings – yang juga berasal dari Liverpool –
yang dipanggil Hodgson untuk mengganti peran Sturridge menderita cedera yang ia
terima saat tengah berlatih dengan pasukan “tiga singa”. Tentu ini menjadi
pukulan baru bagi The Reds yang sudah
kehilangan kapten Jordan Henderson dan striker anyar, Cristian Benteke yang
sudah lebih dulu masuk ruang operasi.
Tidak jauh berbeda
dengan Liverpool, Manchester City juga mengalami nasib serupa. Striker andalan
mereka, Sergio Aguero harus ( lagi-lagi ) naik meja operasi setelah mendapat
cedera baru pasca membela negaranya, Argentina di ajang kualifikasi piala dunia
2018. Sial bagi City, karena Aguero baru saja pulih dari cedera beberapa hari
sebelumnya, dan berhasil mencetak lima gol kala menjamu Newcastle United di
Etihad Stadium pada pekan lalu.
Apa yang dialami
Liverpool dan Manchester City diatas hanyalah segelintir cerita mistis mengenai
cedera pemain pasca tugas membela negara,
dan menjadi momok menakutkan bagi club-club yang menyumbangkan pemainnya
untuk menjalankan perintah negara.
Mari kita tinggalkan
polemik pemain cedera akibat tugas negara. Sekarang saatnya kita memikirkan
nasib pribadi sebagai pecinta sepak bola layar kaca. Tentu kawan-kawan mengerti
maksud saya ini bukan? Betul, jeda internasional berarti kita dipaksa istirahat
sejenak untuk menikmati akhir pekan di arena nobar atau televisi dirumah.
Memang, jeda internasional tak berarti nihil pertandingan
sepak bola, pertandingan yang ditawarkan pun sama banyaknya, bahkan lebih banyak
TV lokal yang menyiarkan, ketimbang liga-liga Eropa yang hanya menyiarkan
maksimal dua pertandingan dalam seminggu – itu pun hanya liga Inggris.
Meskipun demikian,
tidak semua orang senang dengan adanya jeda internasional ini, alasannya pun
jelas, kita tidak bisa menikmati akhir pekan bersama tim kesayangan, laiknya
tidak bisa berkencan dengan seorang yang kita kasihi.
Jam tayang
pertandingan antar negara ini pun lebih banyak berlangsung lewat tengah malam,
dan cenderung tidak terlalu menarik minat penikmat sepak bola Indonesia yang
biasa terhibur dengan liga-liga top Eropa. Sebesar apapun dukungan kita
terhadap tim nasional Eropa sana, tentu tak sebesar dengan apa yang kita
lakukan dengan club kesayangan. Jiwa emosional, rasa sensitifitas yang suka
naik-turun pun tak akan pernah bisa sejajar antar keduanya ( jeda internasional
dan club kesayangan ). Jiwa dan rasa akan lebih terpacu jika sedang menyaksikan
club idola – Mungkin karena bukan negara kita sendiri yang bermain.
Liga Inggris, Italia,
dan Jerman yang kerap dimainkan pada jam-jam “bersahabat” tentu menjadi candu
tersendiri bagi kita penonton bola layar kaca. Dan satu yang pasti, kita tentu
tak perlu uring-uringan atau berharap
hujan turun kencang pada sabtu malam karena tak mempunyai pasangan, karena selalu
ada liga Eropa yang menyelamatkan kita di setiap akhir pekan.
Sesungguhnya, dimana
saja, kapan saja, siapa saja, sepak bola tetaplah sama derajatnya. Ia sama di
mata semua orang, baik yang menyangkut kesebelasan kesayangan, ataupun tim
nasional idaman. Namun, dalam era modern sekarang ini, industri yang semakin
merajai sepak bola, dan semakin bersaingnya liga-liga Eropa untuk menarik minat
para penggemar, tentu kehadiran jeda internasional ini bagaikan benalu yang kapan saja bisa merusak khazanah dari yang namanya euforia sepak
bola.
Walau begitu, tentu
saja kita tidak bisa mengutuk laga internasional ditengah-tengah memanasnya
persaingan liga, karena di lain sisi, kompetisi liga yang sedang berjalan
menjadi faktor utama dan tolak ukur pelatih timnas untuk memilih pemain
berkualitas yang layak membela negara dan mampu menunjukkan kontribusi besar
pada tanah leluhurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar