Double
winner musim lalu, plus menjadi finalis liga Champions
nyatanya tak membuat kehebatan Massimiliano Alegri membekas, tak ada satupun
sisa kejayaan musim lalu yang dirasakannya musim ini. memulai dua pertandingan
liga Serie A Italia, Juve malah tersungkur dua kali dari club sekelas Udinese
di Turin dan berlanjut saat lawatannya ke Ibukota ketika dikalahkan oleh tuan
rumah AS Roma dengan skor 2-0.
Masih terlalu dini memang
jika menilai masa kejayaan “si nyonya tua” mulai memudar.Walau begitu, penilaian
semacam ini mungkin ada benarnya jika kita mencermati track record allenatore
Allegri yang lazim terkena syndrome hilangnya
pemain bintang ketika tim asal kota Turin tersebut ditinggal tiga pemain vital
sekaligus. Pada bursa transfer musim panas ini, club terpaksa memulangkan
Carlos Tevez ke Boca Junior karena sang pemain sudah amat rindu dengan
“rumahnya”. Kepergian Carlitos pun
seakan mengiringi dua bintang lainnya seperti Arturo Vidal yang kembali ke
Jerman untuk membela Bayern Munchen, Fernando Llorente yang lebih memilih ke
Sevilla, dan sang maestro, Andrea Pirlo yang terbawa arus ke MLS untuk
mengikuti jejak pemain-pemain renta usia lainnya.
Hal semacam ini bukan
sekali dialami oleh pelatih asal provinsi Sardinia tersebut, ketika Allegri
masih melatih AC Milan, dia juga pernah merasakan keadaan yang sama seperti
yang ia rasakan saat ini. saat mengambil alih nahkoda Milan pada 2010 lalu, ia
telah diwarisi skuat komplit oleh Leonardo dengan nama tenar seperti Alexandre
Pato, Andrea Pirlo, Boateng, Cassano, Zlatan Ibrahimovic, dan Thiago Silva.
Belum lagi ditambah dengan kedatangan Mark Van Bommel yang semakin memperkokoh
lini tengah Rossoneri. Mewarisi skuat jempolan tentu tak membuat Allegri
mendapatkan kesulitan berarti dalam meramu komposisi pemainnya, dan ia pun
akhirnya berhasil membawa club kota mode tersebut
meraih Scudetto untuk pertama kalinya sejak 2007.
Sukses Milan meraih
Scudetto ternyata tak mampu menahan eksodus para bintang mereka, ditambah
dengan kesulitan finansial yang tengah melanda club, mau tak mau harus diterima
sang pelatih yang menjual seluruh pemain bintang ( yang disebut diatas ).
Inilah yang menjadi awal kemerosotan Allegri bersama AC Milan, karena pemain
baru yang didatangkan tak mampu meneruskan pakem permainan yang ia terapkan
pada musim sebelumnya sehingga berujung pada pemecatan dirinya pada tahun
ketiga ia menukangi Il Diavollo Rosso.
Musim 2015-2016 sudah
resmi bergulir sejak dua minggu lalu, sebagai club dengan finansial paling
sehat diantara para pesaingnya, Juventus bisa dengan leluasa mendatangkan
pemain berbanderol mahal seperti Paulo Dybala yang kerap disebut sebagai
titisan Messi, Mario Manzukic dari Atletico, Sami Khedira dari Real Madrid, dan
kembalinya Simone Zaza dari “kuliah” nya di Sossoulo. Menjual pemain kunci dan
membeli pemain bintang harusnya bukan menjadi kesulitan yang berarti bagi Allegri
karena pemain yang didatangkan tak kalah kelas dengan pemain yang telah pergi.
Namun, apa boleh buat, Allegri sudah kadung alergi dengan kelemahan masa
lalunya yang gagal membangun tim dari awal.
Seperti yang kita ketahui
bersama, skuat Juve musim lalu adalah skuat warisan pelatih sebelumnya, Antonio
Conte yang susah membangun tim dari angka “nol” dan telah mencetak hatrick
Scudetto, sehingga kedatangan Alegri musim lalu hanya sekedar menyempurnakan
permainan yang telah dibentuk sebelumnya oleh Conte. Dan musim ini, Alegri
benar-benar meramu sendiri formasi idealnya, tanpa warisan dari pendahulu,
tiada penyempurnaan sistem permainan sebelumnya. Kini, ia dituntut menjadi pelatih “seutuh”nya yang membangun
tim dari awal tanpa campur tangan pelatih masa lalu.
Pertanyaan kemudian pun
muncul, apakah Alegri mampu membawa Juve kembali menjadi raja di Italia dengan
kemampuannya sendiri? Jawaban dari pertanyaan ini patut ditunggu, mengingat,
Alegri tidak begitu ahli menemukan sistem permainan baru setelah kehilangan
pemain bintang. Setidaknya itulah yang terjadi sejak menanjaknya ia bersama
Cagliari dan kemudian berujung sukses bersama AC Milan. Allegri bisa dibilang
sebagai pelatih yang mampu menyempurnakan strategi yang digunakan pelatih
sebelumnya, sementara soal urusan eksperimen baru, kegagalannya di AC Milan
bisa menjadi bukti nyata bahwa dia tak begitu “menyukai” cara baru tanpa pemain
bintang yang telah membentuk tim sebelumnya.
Ya, Allegri kini sedang
menghadapi dejavu saat melatih AC
Milan dua musim lalu. Hengkangnya Arturo Vidal, Pirlo, dan Carlos Tevez tentu
saja akan membuat Allegri mencari formasi baru, dan “mengulik” para pemain
barunya agar mendapatkan kembali formasi terbaiknya untuk Juventus saat ini.
namun, jika ia kembali mengidap alergi saat melatih Milan, maka bisa kembali
disimpulkan, jika Allegri memang pelatih yang hanya bisa meneruskan strategi
pelatih lama. Dan, kedatangan awalnya ke Juventus stadium yang dihujani hinaan
para tifosi, bisa saja berbuah hujatan dari Juventini yang berujung pada
pemecatan dirinya.
Setujukah para Juventini?...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar