Sebagai pencinta bola kita tentu memiliki tim
yang kita gemari dan secara umum memiliki tradisi juara. Kita tentu sangat
jamak melihat banyak nya basis supporter Manchester United, Chelsea, Liverpool,
Arsenal, Real Madrid, Barcelona, AC Milan, Inter Milan, dan Juventus. Tapi apa
yang ada fikirkan jika anda menemui fans Parma, Torino, Chievo,
dan…..Nottingham Forest. Jangan salah walaupun hanya club-club semenjana tapi
mereka juga memiliki basis fans di Indonesia. Ya, baru-baru ini secara tidak
sengaja saya melihat Fanbase Torino Indonesia di media sosial sehingga membuat
saya tergelitik untuk menulis hal
ini.
Pertanyaan mendasar yang paling banyak kita
lontarkan adalah apa daya tarik dari club-club tersebut sehingga menarik minat
beberapa orang Indonesia? Tradisi juara jelas tidak ada, pemain
berkualitas?kalaupun ada pasti sudah hengkang ke club besar sebelum
berkontribusi ke club tersebut, sejarah? Mungkin hanya Nottingham Forest yang
memiliki sejarah bagus ketika menjuarai liga Champions pada 1979 dan 1980
ketika di latih oleh Bryan Clough. Dan Torino yang menjadi raja Italia ketika
berhasil meraih Scudetto 4 kali
berturut-turut pada awal bergulirnya liga. Selebihnya tidak ada yang bisa di
banggakan dari club-club tersebut.
Jika kemunculan fans Nottingham Forest di
Indonesia tolak ukurnya adalah trofi Champions maka kita bisa menyimpulkan
rataan umur mereka berkisar antara 35-40 tahun. Tapi tentu tidak elok rasa nya jika kita berandai-andai
munculnya fans Torino karena keberhasilan mereka menggondol Scudetto 4 kali berurutan, mengingat scudetto itu di
rebut pada tahun 1940-an, jadi silahkan hitung sendiri umur fans Torino.
Alasan saya menjustifikasi kedua fans club
ini seperti yang saya sebutkan diatas karena setelah keberhasilan Torino dan
Nottingham Forest meraih gelar juara praktis prestasi mereka terus merosot
sampai sekarang. Torino yang sempat menderita tragedi Superga lebih sering mondar-mandir
dari Serie A ke Serie B setiap tahunnya, sangat jarang kita melihat Torino
bisa bertahan lebih dari 5 tahun di Serie A. sementara Nottingham Forest lebih
menyedihkan lagi, club yang pernah di bela Roy Keane dan Ryan Giggs ini bahkan
sudah tidak terlihat di ajang Premiere League selama satu dekade belakangan ini
dan sekarang mereka bercokol di papan tengah divisi Championship (kasta kedua
di Inggris).
Keberadaan fans AC Parma yang di beri nama
Parmagiani pun tidak berbeda jauh dengan kedua club diatas, parma yang baru
merasakan Serie A pada musim 1990 langsung menjadi juara Coppa Italia pada
tahun berikutnya, juara piala Winners pada 1992-1993, dan juara piala Uefa
(sekarang liga Europa) pada 1994-1995. Parma pun di anugerahi pemain-pemain
berkualitas, tentu kita sangat familiar dengan nama-nama seperti Fabio
Cannavaro, Hernan Crespo, Juan Sebastian Veron, sampai Gianluigi Buffon. Mereka
adalah generasi emas yang di miliki Parma, sayang Parma yang dulu cukup di
segani di Italia hanya tinggal cerita, Club yang bermarkas di Ennio Tardini
harus rela turun ke Serie B dan di nyatakan bangkrut oleh badan Arbitrase
Italia.
Lain Parma lain pula Chievo Verona. Club yang
berasal dari kota Verona ini tidak memiliki sejarah menarik yang bisa di
banggakan, bahkan mereka baru merasakan ketatnya Serie A pada musim 2001-2002.
Lalu dari mana fans mereka berasal? Di tahun pertama nya berkiprah di Serie A
Chievo langsung menebar ancaman serius bagi peserta liga lainnya, mengakhiri
debut pertama nya di Serie A Chievo mantap berada di posisi 5 dan berhak
mengikuti kompetisi Eropa. Pasukan Luigi Del Neri ini pun mampu bermain
konsisten selama beberapa tahun dan berhasil mengorbitkan nama-nama tenar
seperti Simone Perrota, Bernardo Corradi, dan Eugenio Corrini. Tapi cerita
indah 10 tahun lalu hanya tinggal sejarah karena saat ini Chievo lebih banyak
berkutat di papan bawah dan harus berjuang menghindari relegasi tiap tahun nya.
Jika kita bertanya pada mereka apa yang
membuat mereka menjadi fans club-club tersebut sudah pasti mereka tidak akan
menjawab “ya karena gelar lah”. Tentu sulit bagi kita untuk mengerti alasan
mereka kenapa bisa menggemari club-club semenjana tersebut. Mungkin jawaban
yang paling logis adalah CINTA. Alasan ini cukup beralasan karena cinta dapat
menghalangi seseorang untuk berfikir secara objektif dan menutup semua ide-ide
yang ada dalam pikirannya. Mereka yang menjadi fans club yang tidak mempunyai
gelar yang dapat di banggakan dan tidak bermain di kompetisi terbaik hanya
bermodalkan cinta yang dalam atau lebih di kenal dengan istilah “cinta buta”.
Tapi cinta tidak hanya buta, lebih dari itu efek cinta yang berlebihan dapat
membuat otak seseorang mengecil. Mungkin faktor mengecilnya otak membuat mereka
terbelenggu dan tetap mencintai club-club semenjana ini sekalipun terdapat
banyak club besar di hadapan mereka yang menunggu dukungan mereka.
Terlepas dari itu semua saya akan
memberi RESPECT yang teramat tinggi bagi mereka yang sepenuh hati mendukung
clubnya walaupun club yang di dukung hanya club kecil. Hanya orang yang
mempunyai keteguhan hati dan kekuatan iman yang berani memilih club-club
tersebut untuk di cintai.
“angkat topi buat kalian semua” RESPECT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar