Sabtu, 04 Juni 2016

Surat Kaleng Untuk Pak Kivlan Zen

Pertama, saya minta maaf kepada pak Kivlan Zen karena telah lancang menulis surat kaleng ini. saya harap bapak memaklumi akan kekurangan saya yang suka nggeregetan enggak jelas. Adapun sifat nggeregatan saya berawal dari pemikiran mutakhir pak Kivlan Zen sendiri.

Di awali dengan wacana permohonan maaf pemerintah pada korban 1965 ( keluarga eks PKI ), di ikuti dengan temuan-temuan atribut PKI di beberapa daerah, serta maraknya acara-acara yang berbau “kiri” seperti Belok Kiri Festival, pemutaran film “Pulau Buru, Tanah Air Beta” karya Rahung Nasution, dan symposium 1965 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pak Zen dengan mantap nan haqqul yaqin, jika PKI ( Partai Komunis Indonesia ) kembali berdiri.

Jujur ya pak. Bulu kuduk saya ( baik yang terlihat, maupun yang enggak keliatan ) berdiri, merinding, tak bisa menahan tawa mendengar celotehan anda. Bukan karena saya tidak percaya dengan pemikiran bapak, tapi ya…mbok mikir to pak kalo ngomong. Apalagi depan publik. Apalagi bawa-bawa sesuatu yang punya sejarah panjang yang kelam. Apalagi….ya pak????

Saya lanjut ya pak Zen. Emang seberapa ngeri sih pak PKI itu buat bapak? Toh mereka juga udah pernah bapak usir kan dulu, dan mungkin juga ada yang bapak bunuh waktu itu, ini mungkin loh pak. Apa jangan-jangan ini lagi-lagi konspirasi wahyudi ya pak? Astaghfirullah, memang laknat betul mereka, pak.

Saya tidak mengerti kenapa bapak sebegitu dendamnya sama PKI. Padahal, di waktu yang bersamaan, mereka yang dulunya korban G30S PKI ( anak-anak jenderal ) sudah saling memaafkan, bahkan berangkul tangan dengan mereka yang orang tua nya terlibat PKI. Ini saya ndak mengada-ada lho pak, kan anda lihat sendiri bagaimana mesranya mereka saat acara ILC tempo hari.

bapak bersabda, bahaya laten PKI/Komunis sedang meraja di Indonesia. Akibatnya, acara kepemudaan dilarang, bedah buku, diskusi, pemutaran film dibubarkan, dan yang lebih hina lagi, buku-buku yang kadung beredar luas ditarik kembali, hanya karena berhaluan kiri. Bukankah itu bagian dari ilmu, pak? Kok ya saya merasa kita kembali jatuh dalam kubangan yang sama seperti era Orde Baru dulu. *Tenang pak, mungkin ini hanya buah dari kedangkalan pola pikir saya saja*.

Seolah tidak ingin kalah dengan Golkar dan PPP, pak Zen ( entah apa partainya ), mengadakan symposium tandingan 65, yang diberi tema symposium menyelamatkan pancasila dari kebangkitan PKI dan Komunis ( koreksi jika saya salah ).

Lalu, apa perlunya Pancasila diselamatkan dari hantu yang bernama PKI? Yang bikin pancasila juga kan bung karno, seorang sosialis yang dekat dengan Uni Soviet dan bersahabat dengan Aidit, si empunya PKI. Dari mana datangnya pemikiran ini pak Zen? Saya bertanya. Bapak enggak bisa jawab? Sila googling dulu pak. Enggak nemu pak? Sila obrak-abrik arsip nasional, pak. Astaga, enggak nemu juga pak? Istikhoroh deh pak tiap hari.

Begini pak Zen. Ada beberapa pendapat anda yang membuat saya menghabiskan sebatang rokok “234” hanya dalam sekali tarikan nafas ( padahal saya enggak ngerokok lho pak ). Pertama, anda menuding jika Budiman Soejatmiko seorang antek PKI sekalipun ia ( mungkin ) seorang komunis hanya karena dia aktif membangun dan memberdayakan desa, petani, dan kelas pekerja lainnya. Masya allah, tega nian bapak ini. seperti yang kita ketahui pak, Budiman Soejatmiko adalah anggota dewan yang bertanggung jawab dengan hal-hal demikian karena ia berada di komisi 2. Jika sudah begini, saya jadi penasaran, dalam berpikir, pak Zen memakai mazhab apa?

Secara tidak langsung bapak sudah menganggap bahwa penduduk desa, petani, dan kelas pekerja lainnya sebagai PKI? Usut punya usut, anda juga berasal dari desa kan pak? Berarti anda…..saya skip aja ya pak.

Kedua, dengan penuh rasa percaya diri bapak bersabda jika PKI telah bangkit sejak 2010 lalu yang di ketuai oleh Wahyu Setiadji ( entah siapa lagi itu ), dan sudah memiliki 15 juta kader yang tersebar di seluruh nusantara. Ini pula yang membuat saya tertawa sesunggukan, sampai rusak keyboard PC saya akibat semburan air liur yang keluar dari mulut karena hendak menahan tawa tapi saya tak berdaya.

Ajaib sekali anda pak. Habis semedi di gua mana bapak sehingga dengan mantap menyebut nama Wahyu Setiadji, yang bapak sebut sebagai anak Njoto, seorang propagandis handal PKI. Oleh karena itu, saya pun bergegas nanya om gugel. Mencari, siapa sebetulnya Wahyu Setiadji itu. alih-alih menjadi ketua PKI, Wahyu Setiadji yang saya temukan justru seorang pedagang cilung, pak. *Jangan salahin saya pak, kan gugel yang jawab, bukan saya. Mungkin gugel turunan PKI kali pak. Masa enggak tau Wahyu Setiadji. Wong bapak aja tau, ya?*.

Belum lagi, klaim bapak yang menyebut 15 juta, sebagai angka pasti dari jumlah kader PKI itu. ini luar biasa sekali pak. Teman Ahok saja ngumpulin sejuta KTP buat Ahok udah mpot-mpotan. Lah ini, ngumpulin KTP kaga, nyamperin warga dusun juga enggak, ngomen masalah reklamasi juga boro-boro, tiba-tiba udah ada 15 juta kader aja.

Setahu saya, pak. Di masa keemasan PKI saja, kader mereka hanya menyentuh angka 10 jutaan. Nah sekarang, dengan segala pembredelan karya, pembubaran acara, dan segala keterbatasan media, bagaimana bisa kader PKI jumlahnya membengkak diangka 15 juta? Hmmm….mungkin 10 juta nya kader-kader hantu zaman 42-65. Bisa jadi-bisa jadi.

Dengan ini, saya mulai berpikir jika sesatlah presiden Jokowi yang lebih memilih Soetiyoso sebagai kepala BIN ( Badan Intelijen Negara ), ketimbang pak Zen, yang melalui hipotesa nan agung bisa menyimpulkan keberadaan PKI melalui analisis yang terperinci.

Sekian surat kaleng ini saya buat untuk pak Kevlan. Maaf pak jika saya tidak mencantumkan pesan-pesan didalamnya. Secara ilmu saya masih teramat jauh dari bapak. Kalo bapak tidak baca surat ini gapapa pak. Wajar, namanya juga surat kaleng. Ntar saya buatkan surat botol ya pak, biar lebih nikmat.
Yakali surat botol, pak…

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar